AI Mewabah: Profesi Dokter tidak Sepenuhnya Terancam

Oleh: Jacinta Gabriela Maria Ronggani dan Madeline Holly Santosa, SMA Santa Ursula Jakarta

Bayangkan suatu dunia, dimana komputer dapat berbicara, berpikir, dan membuat keputusan selayaknya seorang manusia. Itulah yang disebut Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Kecerdasan buatan (AI) adalah program komputer yang dirancang khusus untuk menangani berbagai masalah yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia, seperti problem-solving, pembelajaran, dan inovasi.

AI dirancang untuk membantu meringankan kehidupan manusia, namun ada potensi munculnya masalah, terutama terkait penurunan jumlah peluang kerja. Beberapa lapangan kerja yang sudah diambil alih oleh AI adalah kasir dan teller bank yang tergantikan oleh M-banking, pekerja pabrik yang tergantikan oleh robot, desain grafis, dan masih banyak lagi.

Bahkan dunia medis, yang dikenal sulit tergantikan, kini mulai merasakan dampak dari keberadaan AI. Teknologi kecerdasan buatan ini sering digunakan untuk membantu dokter mendiagnosis dan merawat pasien dengan lebih cepat dan akurat. Namun, apakah pasien benar-benar bersedia menyerahkan nyawanya kepada robot? Inilah yang memunculkan beragam pandangan masyarakat terkait kemungkinan profesi dokter digantikan oleh AI.

Kecerdasan buatan (AI) tentu memiliki berbagai keuntungan. Di bidang medis, AI dapat mempercepat dan meningkatkan akurasi dalam proses diagnosis. Terdapat banyak kasus di mana dokter memberikan diagnosis yang tidak tepat, yang dapat berdampak buruk bagi pasien. Kesalahan diagnosis seringkali mengarah pada pengeluaran biaya tambahan, memperlambat pemulihan pasien, atau bahkan menyebabkan kematian akibat penanganan yang terlambat. Sebagai contoh, seorang YouTuber dan selebgram, Jessica Pettway, mengalami kesalahan diagnosis yang mengakibatkan keterlambatan penanganan kanker serviks yang ia derita, yang akhirnya merenggut nyawanya.

AI memiliki kemampuan untuk mengakses informasi medis terbaru dari seluruh dunia dan secara rutin memperbarui algoritmanya, sehingga selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan terkini. Kemampuan ini menjadikan AI lebih cepat dan akurat, khususnya dalam mendiagnosis penyakit, dibandingkan dengan dokter pada umumnya.

Di bidang medis, AI memiliki keunggulan berupa daya tahan yang lebih lama dan biaya operasional yang lebih rendah dibandingkan dokter konvensional, berkat kemampuan otomatisasi dan efisiensinya yang tinggi. AI mampu bekerja tanpa henti, menganalisis data pasien secara langsung, serta memberikan diagnosis tanpa memerlukan istirahat atau pelatihan ulang yang mahal. Dalam jangka panjang, penggunaan AI dapat menekan biaya operasional rumah sakit dengan mengurangi kebutuhan tenaga kerja yang besar dan meminimalkan kesalahan manusia, sehingga biaya perawatan pasien secara keseluruhan menjadi lebih rendah.

Salah satu contohnya adalah program AI IBM Watson Health. Program ini hanya membutuhkan biaya $500 (sekitar Rp 8.000.000,00) per bulan dan bisa menangani sampai 10.000 dokumen setiap bulan. Dibandingkan dengan dokter umum yang umumnya digaji Rp 7.250.000,00 – Rp10.250.000,00 per bulan dan bisa menangani sekitar 200-400 kasus per bulannya, program AI IBM Watson Health ini jauh lebih terjangkau dan efisien.

Namun, setiap teknologi tentu memiliki kelebihan dan kekurangannya. Robot yang berperan dalam tindakan medis fisik masih memiliki risiko tinggi untuk digunakan. Contohnya adalah robotic surgery, sebuah inovasi teknologi kedokteran yang mengandalkan presisi dan stabilitas mekanis. Meskipun robot dianggap lebih terampil dan akurat, potensi kerusakan sistem tetap menjadi ancaman serius, yang berbahaya jika terjadi saat menangani pasien. Meski AI diciptakan oleh manusia, kerusakan sistem yang terjadi seringkali menjadi masalah kompleks yang sulit dipecahkan oleh para peneliti. “Tidak dapat diprediksi masalah apa yang dapat diatasi dengan baik oleh kecerdasan buatan, karena kita tidak memahami kecerdasan itu sendiri dengan baik,” kata Dan Hendrycks, ilmuwan komputer di University of California, Berkeley.

Dokter pada umumnya memiliki tanggung jawab untuk mengobati penyakit dan memberikan pelayanan konsultasi dengan penuh empati kepada pasien. Pasien cenderung merasa aman dan tenang saat mendapatkan perawatan intensif dari dokter, sehingga mereka lebih patuh mengikuti petunjuk dan nasihat dokter karena percaya bahwa semua tindakan yang diambil demi kebaikan mereka. Tentu saja, AI tidak dapat membangun hubungan antarmanusia seperti yang bisa dilakukan dokter. Hal ini membuat terciptanya hubungan yang baik antara pasien dan AI menjadi sulit. Oleh karena itu, profesi dokter tetap berada pada posisi yang aman dan tak tergantikan oleh AI, seperti yang diungkapkan oleh Artificial Intelligence Centre Indonesia. Tingkat kepercayaan pasien, baik di Indonesia maupun dunia, terhadap dokter masih sangat tinggi.

Dengan demikian, AI memiliki pengaruh yang besar dalam mempermudah hidup manusia. Ada beberapa bagian di dunia medis yang bisa tergantikan AI, tetapi pekerjaan dokter sendiri tidak akan sepenuhnya tergantikan. Banyak keunggulan yang hanya dimiliki oleh manusia, khususnya dalam profesi dokter. Salah satunya adalah hubungan kepercayaan yang terjalin antara pasien dan dokter, yang didasari oleh kepedulian, empati, serta aspek kemanusiaan lainnya yang sangat penting dalam proses penyembuhan pasien. Diharapkan, perkembangan pesat AI dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu dalam mendukung pekerjaan dokter, bukan untuk menggantikan mereka, sehingga keamanan dan kenyamanan pasien tetap terjaga dengan baik.

Oleh karena itu, jangan berkecil hati dengan kekhawatiran bahwa pekerjaan akan digantikan oleh AI. Ingatlah bahwa manusia memiliki kecerdasan luar biasa, yang bahkan memungkinkan terciptanya AI itu sendiri. Dengan demikian, generasi penerus bangsa sebaiknya memanfaatkan peluang ini untuk belajar dengan sebaik-baiknya dan mengejar cita-cita bangsa, terutama bagi mereka yang bermimpi menjadi seorang dokter.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *