Oleh : Ida Bagus Anggeadi
Brian Magee dalam bukunya “Accounting” memberikan definisi akuntansi sebagai ilmu (science). Definisi tersebut sangat singkat dan tidak ada penjelasannya lebih lanjut.
Accounting is science of recording and interpreting financial transactions.
Definisi tersebut terlalu sempit, karena hanya mencakup pencatatan dan interpretasi transaksi-transaksi keuangan. Perbedaan dengan definisi-definisi sebelumnya adalah pada kata “science” yang mengawali definisi ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa akuntansi merupakan bidang ilmu (science), bukan seni.
Menurut Suwardjono, dari sudut bidang studi akuntansi dapat diartikan sebagai seperangkat pengetahuan yang mempelajari perekayasaan penyediaan jasa berupa informasi keuangan kuantitatif suatu unit organisasi dan cara penyampaian (pelaporan) informasi tersebut kepada pihak yang berkepentingan untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan ekonomik.
Definisi tersebut lebih luas dan lebih lengkap. Akuntansi adalah ilmu yang mempelajari tentang perekayasaan. Dengan adanya kata “perekayasaan”, maka memungkinkan bagi akuntansi untuk selalu dapat dikembangkan dalam menghadapi berbagai perubahan lingkungan bisnis yang semakin pesat. Akuntansi tidak akan lagi statik dalam menghadapi transaksi ekonomi yang semakin kompleks. Konsekuensinya bagi akuntan adalah harus dapat mengembangkan fungsi akuntansi sebagai alat pertanggung-jawaban dan sebagai alat pengambilan keputusan ekonomik.
Lebih lanjut Suwardjono menjelaskan bahwa sebagai seperangkat pengetahuan akuntansi merupakan subyek yang dipelajari. Dengan mempelajari tersebut orang akan dapat mempunyai pemahaman tentang bagaimana menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan ekonomik tertentu. Sebagai perangkat pengetahuan tentu saja akuntansi menyajikan berbagai konsep dan pendekatan dalam menyediakan informasi. Bila pengetahuan akuntansi tersebut telah diaplikasikan ke dalam situasi nyata maka pengetahuan tersebut telah menjadi praktik dan akuntansi akan merupakan proses atau aktivitas yang biasanya dikaitkan dengan fungsi dalam organisasi, misalnya fungsi akuntansi.
Paul Grady mendukung pendefinisian akuntansi sebagai ilmu pengetahuan, yang merupakan penyempurnaan definisi dari AICPA:
“Accounting is the body of knowledge and functions concerned with systematic originating, authenticating, recording, classifying, processing, summarizing, analyzing, interpreting, and supplying, of dependable and significant information covering transactions and events, which are, in part at least of a financial character; required for the management operationt of an entity and for report that have to be submmited thereon to meet fiduciary and others responsibilities.”
Definis diatas mengungkapkan bahwa akuntansi tidak hanya sekadar sebagai seni mengenai suatu proses aktivitas klerikal atau prosedur kerangka kerja akuntansi, tetapi sudah mengarah kepada fungsi akuntansi. Kalimat: “….dependable and significant information….” menunjukkan internal control yang cukup dalam perusahaan. Kalimat: “….required for the management and operation….” menunjukkan adanya fungsi internal akuntansi. Kalimat: “….the reports….to meet fiduciary and other responsibilities.“, menunjukan adanya fungsi eksternal akuntansi. Fungsi eksternal akuntansi adalah peranannya sebagai alat pertanggungjawaban dan alat bantu dalam pengambilan keputusan ekonomik.
Jika akuntansi didefinisikan sebagai bidang ilmu (science), maka dalam akuntansi ada teori. Praktik akuntansi tidak hanya didasarkan pada kebiasaan yang ada, tetapi juga dilandasi oleh suatu teori, yaitu “teori akuntansi” yang ilmiah (Suwardjono 1989). Teori akuntansi meliputi konsep dasar dan prinsip-prinsip akuntansi, yang harus dipegang oleh para praktisi untuk mempertahankan dan menjaga kelayakan dan keandalan informasi keuangan yang dihasilkan.
Menurut Hendriksen, yang dimaksud dengan “teori” dalam akuntansi adalah seperti berikut:
“The coherent set of hypothetical, conceptual, and pragmatic principles forming the general frame of reference for a field of inquiry. Thus accounting theory may be defined as logical reasoning in the form of a set of broad principles that (1) provide a general frame of reference by which accounting practice can be evaluated and (2) guide the development of new practices and procedures. Accounting may also be used in explain existing practice to obtain a better understanding of them. But the most important goal of a,ccounting theory should be to provide a coherent set of logical principles form the general frame of reference for the evaluation and development of sound accounting practices.”
Teori adalah seperangkat prinsip yang saling berkaitan, yang bersifat hipotikal, konseptual, dan pragmatis, yang membentuk kerangka umum sebagai pegangan dalam suatu bidang yang diselidiki. Teori akuntansi dapat didefinisikan sebagai pemikiran yang logis dalam bentuk seperangkat prinsip yang luas yang (1) menyediakan kerangka umum sehingga praktik akuntansi dapat dievaluasi, (2) mengarahkan terhadap perkembangan praktik dan prosedur yang baru. Akuntansi mungkin juga digunakan untuk menerangkan adanya praktik-praktik akuntansi untuk memperoleh pengertian yang baik mengenai praktik tersebut.
Teori merupakan pemikiran/penalaran yang logis dalam bentuk seperangkat prinsip yang saling berkaitan yang bersifat hipotikal, konseptual, dan pragmatis. Bahkan menurut Paton dan Littleton, teori akuntansi merupakan seperangkat doktrin yang saling berkaitan, terkoordinasi, dan konsisten yang mungkin seeara ringkas dapat dinyatakan dalam bentuk standar jika diinginkan.
Pendefinisian akuntansi sebagai bidang ilmu (science) sebenarnya tidak didasarkan pada kriteria sebagai ilmu murni, tetapi semata-mata karena akuntansi adalah suatu subyek yang dipelajari di perguruan tinggi maupun sekolah, sama halnya dengan subyek-subyek lain yang juga dipelajari. Seseorang yang belajar akuntansi maka akan mendapatkan ilmu akuntansi. Pengertian ilmu dalam akuntansi tidak sama dengan pengertian ilmu dalam ilmu-ilmu murni seperti fisika, kimia, biologi, psikologi, sosiologi dan lain-lain.
Pengertian teori yang terdapat dalam teori akuntansi menurut Hendriksen dan Paton di atas sebenarnya tidak tepat, karena tidak memenuhi sifat-sifat teori dalam ilmu murni. Berikut ini adalah sifat-sifat teori menurut metodologi dalam filsafat ilmu menurut Karl Popper (dikutip dari Bambang Sudibyo):
- Teori adalah pernyataan hipotetis mengenai perilaku variabel-variabel yang diteorikan.
- Suatu teori tetap statusnya sebagai teori sepanjang penyangkalan-penyangkalan baik logis maupun empiris tidak berhasil membuktikannya salah.
- Teori tidak mungkin dibuktikan kebenarannya, sebaliknya teori memungkinkan untuk dibuktikan salah. Ilmu bukanlah koleksi pernyataan-pernyataan tentang kebenaran, melainkan hanya koleksi pernyataan-pernyataan yang belum terbukti salah.
- Tujuan teori ada dua yaitu: 1) untuk menerangkan perilaku variabel-variabel yang diteorikan, dan 2) untuk meramalkan perilaku variabel-variabel itu di masa yang akan datang.
- Teori bersifat deskriptif dan eksplanatif, tidak normatif. Teori menjawab pertanyaan “apa” (what) dan “mengapa” (why), bukan “apa yang seharusnya” (what should be) dan “bagaimana melaksanakan” (how to do).
Pengertian teori akuntansi seperti yang dikemukakan oleh Hendriksen dan Paton mengandung kelemahan, karena hanya merupakan teknik-teknik yang harus dilaksanakan dalam rerangka kerja akuntansi. Bahkan menurut Paton teori akuntansi dapat dinyatakan sebagai prinsip-prinsip akuntansi. Teori akuntansi versi Hendriksen dan Paton terdiri atas elemen-elemen tujuan, definisi, postulat, prinsip, metode dan teknik-teknik yang saling berkaitan secara terpadu. Elemen-elemen tersebut berhubungan secara konseptual dan menggambarkan gagasan-gagasan tentang apa yang akan dicapai oleh akuntansi. Elemen-elemen tersebut juga merupakan akuntansi yang sifatnya mengatur pelaporan keuangan, sedangkan teori tidak bersifat mengatur. Menurut Suwardjono, struktur tersebut tidak tepat jika disebut sebagai teori, tetapi lebih tepat disebut sebagai rekayasa akuntansi. Elemen-elemen yang terdapat dalam teori akuntansi ternyata tidak berlaku seeara umum (universally), karena tidak terapan jika diberlakukan untuk wilayah yang berbeda karakteristik sosial ekonomiknya, sedangkan suatu teori seharusnya berlaku secara umum.