DUNIA SERBA DIGITAL: TRANSFORMASI DARI PENGGUNAAN UANG KARTAL MENJADI E-MONEY DAN QRIS

Oleh : Ida Ayu Kade Pradnyawati, Luh Tusna Putri Darmayanti, Made Regita Novia Dayanthi, Ni Kadek Widya Wati, Ni Luh Sekarrini, Ni Putu Mei Kompyang Ningsih

Teknologi terus berkembang seiring berkembangnya zaman, salah satunya pada bidang ekonomi. Dahulu metode pembayaran yang digunakan masih bersifat konvensional yaitu pembayaran menggunakan uang kartal. Namun, seiring berkembangnya zaman teknologi terus menginvasi, sehingga ditemukannya sebuah metode pembayaran elektronik menggunakan e-money. Uang elektronik biasanya tersimpan dalam media elektronik (biasanya di dalam sebuah aplikasi Perbankan atau Aplikasi tertentu) atau di dalam sebuah kartu yang dilengkapi dengan chip. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat penerimaan suatu teknologi yaitu menggunakan pendekatan TAM (Technologi Acceptance Model). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku pengguna teknologi terhadap penerimaan penggunaan teknologi yaitu persepsi kemudahan dan persepsi kegunaan. Selain E-Money, penggunaan pembayaran elektronik yang sering digunakan adalah QRIS. Metode pembayaran QRIS (Quick Response Indonesian Standard). Merupakan kode yang dapat digunakan untuk menerima semua jenis pembayaran melalui aplikasi E-Money atau dompet elektronik Indonesia. Sehingga dengan kehadiran QRIS dan E-Money sistem pembayaran menggunakan uang kartal mulai ditinggalkan. Hal ini dikarenakan sekali scan atau tap pembayaran anda selesai tanpa ribet memikirkan uang kembalian. Penggunaan QRIS dan  E-Money juga dapat meminimalisir kecurangan dan kehilangan uang karta yang dibawa.

            Minat penggunaan layanan E-Money kian hari kian meningkat. Berbagai sektor ekonomi dan keuangan mulai menyediakan layanan E-Money pada usaha yang mereka jalankan, hal ini bertujuan agar lebih memudahkan transaksi dan membuatnya semakin efisien daripada menggunakan uang kartal. Jika kita melihat kota-kota besar seperti Kota Jakarta, penggunaan uang kartal sudah semakin terdegradasi dan beralih pada penggunaan E-Money dan QRIS.Hal ini dikarenakan Jakarta merupakan kota besar dan pola pikir Masyarakat sudah mulai modern dan terbuka. Sehingga menurut Masyarakat kota besar seperti Jakarta penggunaan QRIS dan E-Money mempunyai efisiensi dan kemudahan dalam penerapannya. Sehingga, banyak toko naik besar ataupun kecil sudah menyediakan QRIS atau E-Money pada tokonya agar memudahkan pembayaran. Terutama minimarket dan franchise di Kota Jakarta sudah semua menerapkan sistem QRIS dan E-Money. Bahkan pedagang kecil seperti pedagang kaki 5 seperti cilok, ketoprak, cendol dll sudah menggunakan QRIS. Sungguh luar biasa bukan perkembangannya?

Di Bali sendiri khususnya kota Denpasar penggunaan E-Money dan QRISsudah banyak digunakan, namun belum seluruh sektor menggunakan QRIS dan E-Money. Bahkan, franchise dan minimarket belum menerapkan QRIS dan E-Money secara optimal. Padahal sebagai kota besar yang banyak wisatawannya penggunaan uang digital akan memudahkan transaksi ekonominya. Apakah kondisi ini akan lama? Tentu tergantung pola pikir masyarakatnya bukan hanya toko nya saja.

Kondisi penggunaan uang digital ini dapat kita kaitkan dengan teori yang disebut dengan teori TAM (Technologi Acceptance Model). Hal ini sangat sesuai jika dikaitkan dengan teori TAM (Technologi Acceptance Model), dimana ada 2 persepsi yang mempengaruhi penggunaan e-money.

Pertama, Persepsi Kemudahan Penggunaan. Kemudahan yang diberikan ­e-money dan QRISmembuat masyarakat mulai bertransformasi menggunakan e-money dalam melakukan transaksi, semakin tinggi kemudahan yang diberikan maka minat masyarakat akan semakin tinggi.

Kedua, Persepsi Kegunaan, dalam hal ini juga berbanding lurus, jika kegunaan suatu sistem semakin tinggi maka masyarakat akan menggunakannya sama halnya dengan e-money dan QRIS. Jadi, faktor yang memicu perliaku perubahan yaitu dalam melakukan transformasi dari uang kartal ke e-money dan QRISadalah kemudahan dan kegunaan yang diberikan oleh sistem itu sendiri, sehingga hal tersebut akan membawa perubahan khususnya di bidang ekonomi.

Strategi yang bisa diberikan untuk memicu terjadinya perubahan terkait pengadopsian dan pemanfaatan teknologi tersebut yaitu suatu regulasi. Jika adanya sebuah regulasi yang mengatur penggunaan e-money dan QRIS tersebut masyarakat akan perlahan mau tidak mau mengikutinya. Contoh yang sering kita lihat yaitu pembayaran digital pada jalan Tol. Mau tidak mau masyarakat akan berubah ke e-money karena sebuah kewajiban dan keharusan. Meski terlihat memaksa, namun hal ini akan membawa pengaruh positif kedepannya. Setiap generasi dapat menikmati perubahan tersebut selama masih hidup di dunia ini. Jika kita lihat, stereotype antar generasi memang benar adanya dengan tanda kutip “tidak semua orang”. Namun, stereotype itu sendiri muncul bukan karena umur namun karena persepsi dan pandangan yang dimiliki manusia itu sendiri. Generasi lampau cenderung tidak mengikuti karena belum bisa mengakui kemudahan dan kemanfaatan yang dimiliki sebuah teknologi, mereka masih nyaman dengan apa yang telah dilakukan sejak dahulu. Sedangkan, generasi sekarang generasi yang penuh rasa penasaran yang mendorong mereka untuk mencoba teknologi dan akan merasakan kemudahannya tersebut. Namun, pada zaman sekarang generasi terdahulu mulai merasakan kemudahan dan kegunaan dari perkembangan teknologi, sehingga mereka mulai mempelajari dan menggunakan teknologi tersebut. Sehingga jika dikaitkan dengan tipe pengadopsiannya generasi Baby Boomers, Generasi X, bahkan beberapa generasi Y masuk ke tipe late majority and laggards, meski beberapa ada yang masuk ke tipe early majority. Sedangkan generasi Z dan Alpha masuk ke tipe innovators and early adopters. Meski beberapa ada yang masuk ke early majority. Hal ini kembali lagi ke daerah masing-masing dalam hal penerapan teknologi.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *