Faktor Genetik vs. Pengalaman Hidup: Dilema dalam Pembentukan Kepribadian Menurut Teori Pengembangan

Oleh: Dewa Ayu Sinta Dewani, S1 Bimbingan dan Konseling, Universitas Pendidikan Ganesha

Pengalaman merupakan hal yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-harinya. Pengalaman sangat berharga bagi setiap manusia, dan pengalaman juga dapat diberikan kepada siapa saja untuk digunakan dan menjadi pedoman serta pembelajaran manusia. Menurut Wasti Sumanto, faktor keturunan (hereditas) merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan manusia. Hereditas dalam hal ini dapat diartikan sebagai totalitas karakteristik seseorang yang diwariskan oleh orang tua kepada anaknya atau segala potensi baik potensi fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa pembentukan (konsepsi) pertumbuhan ovum oleh sperma, sebagai warisan dari orang tua melalui gen-gen. Faktor genetik menyediakan dasar biologis yang membentuk landasan predisposisi individu terhadap karakteristik tertentu. Namun, pengalaman hidup memainkan peran penting dalam mengaktifkan, memodifikasi, atau bahkan menahan ekspresi genetik tersebut. Dalam konteks ini, bukanlah sekadar genetika melawan lingkungan, melainkan bagaimana keduanya berinteraksi dan saling memengaruhi.

Pembentukan kepribadian merupakan suatu proses yang melibatkan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan pengalaman hidup seseorang. Faktor genetik mencakup warisan biologis yang diterima dari orangtua, termasuk predisposisi terhadap ciri-ciri tertentu seperti temperamen, kecenderungan terhadap kondisi mental tertentu, dan karakteristik bawaan lainnya. Sementara itu, pengalaman hidup meliputi segenap interaksi, pengaruh lingkungan, dan pembelajaran yang terjadi sepanjang perjalanan hidup individu, seperti pola asuh, interaksi sosial, pendidikan, pengalaman pekerjaan, dan budaya yang memengaruhi pemikiran serta nilai-nilai yang dianut individu. Pada dasarnya, dilema dalam pembentukan kepribadian muncul dari upaya untuk memahami sejauh mana kontribusi faktor genetik dan pengalaman hidup dalam membentuk siapa kita sebagai individu.

Namun, pendekatan ini tidaklah menutup kemungkinan bahwa kedua faktor ini saling berinteraksi secara kompleks. Faktor genetik dapat memberikan kerangka dasar, namun pengalaman hidup juga memiliki dampak yang signifikan dalam membentuk pola pikir, perilaku, dan respons seseorang terhadap lingkungannya. Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa pengalaman hidup juga dapat memengaruhi ekspresi genetik, melalui konsep epigenetik, yang mengubah cara gen-gen tertentu diekspresikan berdasarkan pengaruh lingkungan.

Mengatasi dilema dalam pembentukan kepribadian memerlukan pengakuan bahwa faktor genetik dan pengalaman hidup merupakan bagian tak terpisahkan dari proses ini. Keduanya saling berinteraksi dan berkontribusi dalam membentuk pola pikir, perilaku, dan kepribadian individu secara unik. Kepribadian yang berkembang dari faktor ini merupakan hasil dari kerumitan hubungan antara genetika bawaan dan interaksi dengan lingkungan sekitar, dan tidak dapat diuraikan secara sederhana atau terpisah.

Namun, melibatkan faktor lingkungan dan pengalaman hidup menambahkan kompleksitas yang signifikan. Teori pengembangan kepribadian menegaskan bahwa interaksi antara genetika dan lingkungan menciptakan keunikan individu. Pengalaman hidup, termasuk interaksi sosial, pendidikan, dan peristiwa hidup, dapat membentuk dan mengubah perkembangan kepribadian sepanjang waktu. Seseorang mungkin memiliki kecenderungan genetik tertentu, tetapi lingkungan dan pengalaman hidup mereka dapat memainkan peran kunci dalam menentukan bagaimana kepribadian tersebut muncul dan berkembang.

Dengan memahami bahwa keduanya saling terkait, kita dapat menghindari memandangnya sebagai dilema atau konflik. Sebaliknya, kita dapat menganggapnya sebagai kemungkinan untuk menjelajahi kompleksitas dan kekayaan dari setiap perjalanan perkembangan pribadi. Dengan demikian, penggabungan genetika dan pengalaman hidup dapat dilihat sebagai dasar untuk merayakan keragaman manusia. Teori behaviorisme atau behavioristik sering disebut sebagai S-R psikologis adalah tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavior dengan stimulusnya. Teori behaviorisme memiliki beberapa ciri-ciri rumpun yaitu: Mementingkan faktor lingkungan, Menekankan pada tingkah laku yang tampak dengan mempergunakan metode objektif, Bersifat mekanis, dan reaksi atau respons.

Dengan melihat kepribadian sebagai hasil dari interaksi dinamis antara faktor genetik dan pengalaman hidup, kita dapat menghargai kerumitan kehidupan manusia. Ini bukanlah pertarungan antara dua kekuatan yang berseberangan, melainkan koreografi yang kompleks antara gen dan pengalaman yang membentuk melodi kehidupan seseorang. Sebagai masyarakat, pengetahuan ini dapat memberikan dasar untuk pendekatan yang lebih holistik dalam merancang perawatan kesehatan, pendidikan, dan dukungan psikososial yang efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Susantyo, B. (2011). Memahami Perilaku Agresif: Sebuah Tinjauan Konseptual.

Isnainia Solicha dan Na’imah, Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Usia Dini, Jurnal Pelita Paud, Volume 4, No 2, 2020, h. 198.

Paturisi, A. (2010). Perkembangan Tingkah Laku Anak Didik. Jurnal Sosio Religi, 9(3), 1087-1089.

Zuyyina Candra Kirana, Pentingnya Gen dalam Membentuk Kepribadian Anak (Perspektif Pendidikan Islam, Jurnal Dirasah, Volume 1, No 1, 2019

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *