Oleh : I Gusti Ayu Dyah Artanadi, Bimbingan dan Konseling, Universitas Pendidikan Ganesha
Pernahkah kita berpikir bahwa fokus hanya memprioritaskan pandangan kepada lawan bicara kita? Seolah-olah jika kita sudah terbiasa dalam menatap mata mereka, kita merasa bahwa sudah fokus terhadap apa yang telah disampaikan olehnya. Namun kenyataannya, fokus memiliki makna yang lebih luas dan mendalam untuk kita cermati.
Dalam dunia konseling, fokus merupakan salah satu keterampilan penting sebagai kunci dalam sesi konseling, agar proses konseling menjadi efektif dan produktif. Hal ini penting untuk menjaga sesi tetap relevan, tidak menyimpang dari tujuan utama, dan menghindari pemborosan waktu.
Dalam dunia pendidikan, guru BK (Bimbingan dan Konseling) berperan fokus dalam membantu kliennya yaitu para siswa dalam lingkup sekolah tersebut. Namun faktanya, fenomena yang terjadi dilapangan menunjukkan bahwa beberapa guru BK masih mengalami kesulitan dalam menampilkan keterampilan fokus dalam sesi konseling, hal ini dikarenakan seseorang memiliki kecenderungan hanya untuk menjaga pandangan, memotong pembicaraan dan memberikan nasihat.
Sebelum terjun ke lapangan kerja, para guru BK mesti rutin mengikuti pelatihan memahami arti dari fokus secara mendalam, sebab ‘fokus’ bukan hanya sekedar memerhatikan ataupun menjaga pandangan pada klien/siswanya, namun bagaimana guru BK menelaah permasalahan apa yang telah disampaikan oleh siswanya yang kemudian menciptakan respond dan solusi yang terbaik dari permasalahan tersebut. Fokus yang mendalam memungkinkan guru BK untuk menggali lebih dalam ke dunia batin klien, memahami perasaan, pikiran, dan pengalaman mereka dengan lebih baik.
Ketika kita memikirkan kata ‘fokus’, kita mungkin berpikir bahwa ini tentang kita yang lebih memerhatikan dan benar-benar memfokuskan konsentrasi kita pada sesuatu yang dibawa klien. Namun, bukan itu maksudnya. Klienlah yang menjadi pemfokus, dengan terapis yang mendukung proses konseling ini.
Lantas bagaimana cara guru BK fokus pada klien yang bukan sekedar menatap mata kliennya? Sesungguhnya itu tidaklah sulit. Guru BK hanya perlu menerapkan beberapa cara fokus kepada kliennya, diantaranya sebagai berikut :
Pertama, guru BK bertujuan untuk mempertahankan fokus pendengaran pada kebutuhan klien dalam sesi konseling. Salah satu waktu yang dapat kita pilih untuk fokus adalah jika klien mengemukakan kata-kata yang mengandung perasaan. Misalnya, klien mungkin berkata: “Entah mengapa saya terabaikan dalam lingkaran pertemanan, saya merasa seakan saya ini telah hancur rasanya menghadapi situasi tersebut.”
Kata yang mengandung perasaan dalam contoh ini adalah kata ‘hancur’ dan guru BK mungkin akan mengingatnya kembali sebagai refleksi : “Saya dengar barusan anda benar-benar merasa hancur.” Intervensi ini mengajak klien untuk menyelami lebih dalam kata yang mengandung perasaan ‘hancur’ untuk mendatangi perasaan itu dan berfokus padanya, menggali lebih dalam untuk menyampaikan lebih banyak tentang diri mereka sendiri dan dengan demikian guru Bk dapat lebih mudah fokus pada penyampaian yang lebih spesifik.
Kedua, dapat mengatasi gangguan internal maupun eksternal dari klien. Bayangkan saja jika suasana konseling tidak kondusif, tentu saja akan mengakibatkan ketidaknyamanan baik dari guru BK ataupun dari kliennya. Gangguan internal dari guru BK pun sering terjadi, contohnya guru BK yang masih memiliki permasalahan pribadi yang belum diselesaikan juga dapat berdampak tidak fokus dalam mencermati penyampaian kliennya. Kemudian gangguan internal dari klien yang melibatkan perasaan emosional yang tidak stabil seperti perasaan cemas berlebihan, depresi maupun gangguan mental lainnya juga dapat menyebabkan gagalnya sesi konseling. Hal ini dikarenakan konseling berfokus pada permasalahan dari klien. Bagaimana proses konseling berjalan baik jika klien belum bisa menyampaikan permasalahan yang sedang dialami?
Maka dari itu Guru BK perlu menyadari diri untuk tenang, tetap konsentrasi dan tidak melibatkan permasalahan atau emosional pribadi dalam sesi konseling. Memiliki strategi dan menguasai teknik relaksasi untuk membantu klien dalam mengatasi kecemasan atau dengan mengarahkan kembali percakapan jika klien tersesat dari topik yang relevan.
Ketiga, memahami emosional klien dengan mengajukan pertanyaan terbuka maupun pertanyaan tertutup. Guru BK dapat menyesuaikan pendekatan mereka untuk memenuhi kebutuhan emosional klien dengan membangun kepercayaan, dan meningkatkan keterbukaan klien. Mengajukan pertanyaan terbuka juga memainkan peran penting dalam menggali informasi yang lebih dalam untuk mengaitkan dengan penyampaian sebelumnya oleh sang klien serta meningkatkan keterlibatannya dalam sesi diskusi. Pertanyaan tertutup bertujuan untuk klarifikasi atas informasi yang telah disampaikan oleh klien.
Terakhir, refleksi dan ringkasan adalah teknik yang membantu guru BK memastikan bahwa pemahaman tentang apa yang telah dibahas selama sesi adalah akurat. Dengan menyampaikan kembali inti dari diskusi dan menyoroti poin-poin penting yang disampaikan oleh klien, guru BK dapat memperjelas kesalahpahaman, menegaskan kembali fokus sesi, dan memastikan bahwa kedua belah pihak memiliki pemahaman yang sama. Keterampilan ini juga memberikan kepastian kepada guru BK sendiri bahwa keterampilan fokus yang dilakukan telah berhasil.
Dengan demikian, kita dapat memahami makna sebenarnya dari keterampilan fokus secara mendalam. Fokus sebagai kunci yang tidak hanya berperan dalam menatap mata klien, namun juga fokus dalam berkonsentrasi menguasai teknik-teknik focushing untuk mencapai tujuan utama dari sesi konseling. Guru BK diibaratkan sebagai obat untuk siswa-siswanya, maka dari itu guru BK perlu menguasai keterampilan fokus dalam konseling untuk membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahannya dengan baik.