Oleh : Ida Bagus Anggeadi
Pengkajian terhadap pengertian kepemimpinan (termasuk dalam bidang pendidikan) paling tidak terdapat dua kata kunci, yaitu (a) kepemimpinan adalah ilmu/seni mempengaruhi dan menggerakkan orang untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan (b) dalam upaya mempengaruhi dan menggerakkan tersebut seorang pemimpin harus mempunyai sifat: menghargai perbedaan, menghormati perbedaan, dan selanjutnya berusaha mengembangkan kekuatan.
Upaya peningkatan kualitas dan produktivitas dalam bidang apapun, tidak terlepas dari sistem manajemen yang dikembangkan, sehingga faktor kepemimpinan sangat memainkan peranan penting dan menentukan. Iklim hubungan yang sehat dan terbuka dalam lingkungan organisasi, membutuhkan keharmonisan hubungan antara anggota organisasi. Hal ini sejalan dengan konsep dasar Tri Hita Karana, bagaimana seorang pemimpin harus menjaga hubungan dalam lingkungan organisasi yang dipimpin. Seperti menjaga hubungan dengan atasannya (Parahyangan), menjaga hubungan dengan sesama pemimpin organisasi lainnya (Pawongan), dan menjaga hubungan baik dengan karyawan/bawahan dengan melibatkan dalam dinamika organisasi (Palemahan). Salah satu keterlibatan bawahan dalam dinamika organisasi adalah keikutsertaan dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan wewenang yang diberikan oleh pimpinan kepada mereka. Dari beberapa pengertian kepemimpinan dapat dirumuskan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan orang lain agar mau berbuat sesuatu dengan rasa tanggung jawab untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Dalam usaha mencapai tujuan yang ditetapkan tersebut, pemimpin dan kelompok yang satu bergantung pada pemimpin dan kelompok yang lain.
Dalam menghadapi perubahan lingkungan, organisasi membutuhkan pemimpin yang tanggap, kritis, dan berani mengambil keputusan strategis untuk mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin mempunyai strategi untuk mengarahkan dan memotivasi anggota-anggotanya, agar mereka ikut bekerja sama untuk mencapai tujuan. Perilaku kepemimpinan yang ditampilkan dalam proses manajerial secara konsisten itu disebut sebagai gaya kepemimpinan. Dijelaskan oleh Wahyudi (2015) bahwa gaya kepemimpinan adalah cara berperilaku yang khas dari seorang pemimpin terhadap para anggota kelompoknya.
Secara umum ada tiga gaya kepemimpinan kepala sekolah, yaitu gaya kepemimpinan menurut sifat, gaya kepemimpinan berdasarkan teori perilaku, dan kepemimpinan menurut teori kontingensi. Kepemimpinan berdasarkan sifat mengkaji tentang perangai dan kemampuan yang menandai karakteristik kepala sekolah. Kepemimpinan berdasarkan perilaku memusatkan perhatian pada tindakan yang dilakukan kepala sekolah dalam melaksanakan pekerjaan manajerial. Pendekatan kontingensi mengkaji kesesuaian antara perilaku kepala sekolah dengan karakteristik situasional, terutama tingkat kedewasaan guru dan karyawan.
Kepala sekolah sebagai pemimpin dalam dunia pendidikan harus memiliki gaya kepemimpinan yang efektif. Selain itu Kepala Sekolah juga harus selalu menjaga hubungan harmonis di lingkungan sekolah. Gaya kepemimpinan kepala sekolah yang berlandaskan Tri Hita Karana merupakan sarana yang efektif dalam membangun kepemimpinan yang efektif dalam diri Kepala Sekolah.
Walaupun Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin/pembuat kebijakan, hendaknya selalu memperhatikan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Dalam hal ini pemerintah merupakan atasan Kepala Sekolah. Kepala Sekolah tidak boleh membuat kebijakan yang bersebrangan dengan kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah. Sikap seperti ini mencerminkan Kepala sekolah yang selalu menjaga hubungan baik dengan atasan. Dalam konsep Tri Hita Karana yaitu Parahyangan.
Gaya kepemimpinan yang efektif antara kepala sekolah yang satu dengan yang lain akan berbeda, sesuai dengan kematangan guru dan karyawan di sekolah masing-masing. Kematangan tidak diartikan sebagai usia atau stabilitas emosional, tetapi lebih menekankan pada keinginan untuk berprestasi, kesediaan menerima tanggung jawab, serta memiliki kemampuan atau pengalaman yang berhubungan dengan tugas. Dalam kasus tersebut, Kepala Sekolah dalam hal ini sebagai pemimpin dalam dunia pendidikan hendaknya selalu menjaga hubungan baik dengan Kepala Sekolah lainnya. Membangan kerjasama yang baik antar kepala sekolah juga dapat membantu mewujudkan tujuan dari organisasi yang dipimpin. Dalam konsep Tri Hita Karana yaitu Pawongan.
Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang pemimpin tergantung pada tingkat kematangan atau kedewasaan anggota dan tujuan yang ingin dicapai. Guru dan karyawan sebagai unsur bawahan dalam organisasi sekolah merupakan unsur penting yang terlibat dalam pencapaian tujuan sekolah. Mereka memiliki perbedaan kemampuan, kebutuhan, dan kepribadian sehingga pendekatan yang harus dilakukan oleh seorang kepala sekolah selaku pemimpin disesuaikan dengan tingkat kematangan mereka. Sehingga Kepala Sekolah harus menjaga hubungan yang baik dengan bawahannya.
Kepala sekolah sebagai pemimpin yang efektif harus belajar dari kesalahan pada masa lalu dan berusaha memperbaiki dengan cara yang bijak. Selain itu, juga memberikan kesempatan kepada guru dan karyawannya untuk memberikan kritik dan saran perbaikan. Guru dan karyawan yang selalu belajar tahu akan tugas dan kewajibannya untuk menjadikan organisasi menjadi lebih kompetitif. Sesuai dengan konsep Tri Hita Karana yaitu Palemahan.
Penerapan kepemimpinan sangat ditentukan oleh situasi kerja dan sumber daya pendukung. Oleh karena itu, jenis organisasi dan situasi kerja menjadi dasar pembentukan pola kepemimpinan seseorang. Kepemimpinan pada bidang pendidikan, orientasi kepemimpinan lebih mengarah pada pemberdayaan seluruh potensi organisasi serta menempatkan anggotanya sebagai penentu keberhasilan pencapaian organisasi. Maka, sentuhan terhadap faktor-faktor yang dapat menimbulkan moral kerja dan semangat untuk berprestasi menjadi perhatian utama seorang pemimpin. Perasaan dihargai, dilibatkan dalam pengambilan keputusan, perhatian pimpinan terhadap keluhan, kebutuhan, saran, dan pendapat anggota merupakan prasyarat bagi terciptanya iklim kerja yang kondusif untuk tumbuhnya budaya organisasi.