Oleh: Fiki Shabri Irawan, Mahasiswa S1 Perpustakaan dan Ilmu Informasi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
Dalam era digital saat ini, informasi menjadi salah satu komoditas yang sangat berharga. Kemajuan teknologi telah membuat penyebaran informasi secara luas dan cepat. Namun di sisi lain, kemudahan akses informasi juga memunculkan tantangan baru terkait dengan perlindungan hak kekayaan intelektual.
Hak kekayaan intelektual (HKI) merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pencipta atau penemu atas hasil karya intelektualnya. HKI mencakup hak cipta, paten, merek dagang, desain industri, rahasia dagang, dan lain-lain. Dalam konteks informasi dan perpustakaan, HKI menjadi isu yang sangat penting untuk diperhatikan.
Perpustakaan sebagai Penyedia Informasi
Perpustakaan memiliki peran strategis dalam menyediakan akses informasi bagi masyarakat. Salah satu fungsi utama perpustakaan adalah mengumpulkan, mengolah, dan menyebarkan informasi. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan, pasal 3 menyatakan bahwa fungsi perpustakaan sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa. Dalam melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, perpustakaan seringkali berhadapan dengan isu-isu terkait HKI.
Sebagai contoh, dalam proses pengadaan koleksi, perpustakaan harus memperhatikan hak cipta dari setiap buku atau materi informasi lainnya yang akan diperoleh. Perpustakaan harus memastikan bahwa pengadaan koleksi tersebut tidak melanggar hak cipta pencipta atau penerbit. Selain itu, dalam proses pengolahan dan penyebaran informasi, perpustakaan juga harus memperhatikan batasan-batasan penggunaan karya yang dilindungi hak cipta seperti tidak menggunakan karya untuk tujuan komersil tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi perpustakaan, khususnya dalam era digital saat ini. Dengan kemajuan teknologi, semakin mudah bagi pengguna untuk menyalin, mendistribusikan, atau menggunakan informasi secara ilegal. Oleh karena itu, perpustakaan harus bisa menyeimbangkan antara pemenuhan kebutuhan informasi para pemustaka dan perlindungan HKI terhadap sebuah karya.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan perpustakaan adalah dengan menerapkan sistem lisensi, di mana perpustakaan membayar royalti kepada pemegang hak cipta atas penggunaan koleksi tersebut. Perpustakaan juga dapat menjalin kerja sama dengan pemegang hak cipta untuk mendapatkan akses yang sah terhadap koleksi digital.
Hasil penelitian yang pernah saya lakukan di salah satu perpustakaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Malang pada 2023 adalah perpustakaan tersebut menyediakan sumber informasi digital melalui kerjasama dengan membayar royalti kepada penerbit selaku pemilik hak cipta terhadap berbagai koleksi berupa buku digital yang dapat digunakan oleh para siswa untuk mendukung pembelajaran di sekolah.
Ilmuwan Informasi sebagai Pencipta Karya Intelektual
Ilmuwan Informasi dapat menghasilkan berbagai karya intelektual, salah satunya seperti buku. Karya yang dihasilkan tersebut merupakan hasil pemikiran, penelitian, dan kreativitas yang memiliki nilai ekonomi dan akademis yang tinggi.
Oleh karena itu, ilmuwan informasi perlu memahami dan menerapkan prinsip-prinsip HKI dalam menghasilkan karya intelektual. Hal ini penting untuk memastikan bahwa hak cipta atas karyanya terlindungi dan mendapatkan pengakuan.
Menurut Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Ahmad M. Ramli, penting bagi setiap produk dalam usaha, baik merek maupun paten, untuk didaftarkan di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Menurut beliau, jika sudah didaftarkan, maka produk tersebut diakui sah secara hukum dan akan dilindungi oleh negara. Hal ini menandakan betapa pentingnya perlindungan hukum bagi inovasi dan karya intelektual dalam mengantisipasi ataupun menghadapi berbagai masalah dan tantangan di masa depan.
Salah satu bentuk perlindungan HKI bagi ilmuwan informasi adalah dengan mendaftarkan hak cipta atas karya mereka pada https://e-hakcipta.dgip.go.id/, yaitu website resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual oleh Kementerian Hukum & HAM Republik Indonesia.
Jika karya yang didaftarkan telah lolos tahap verifikasi dan disetujui oleh Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, maka pencipta karya tersebut otomatis memiliki hak cipta berupa hak moral dan hak ekonomi atas karya tersebut sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Keterkaitan HKI terhadap Akses Informasi
Salah satu isu penting terkait HKI dalam perpustakaan dan ilmu informasi adalah dampaknya terhadap akses informasi. Perlindungan HKI khususnya hak cipta, dapat membatasi akses masyarakat terhadap informasi dan pengetahuan.
Misalnya, materi-materi informasi yang dilindungi hak cipta, seperti buku dan jurnal ilmiah, seringkali hanya dapat diakses dengan membayar biaya langganan atau lisensi tertentu. Hal ini dapat menjadi hambatan bagi masyarakat, terutama mereka yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, untuk mengakses informasi yang mereka butuhkan.
Selain itu, perlindungan HKI juga dapat membatasi penggunaan dan distribusi informasi di perpustakaan. Perpustakaan harus membatasi penggunaan koleksi yang dilindungi hak cipta, seperti membatasi jumlah salinan yang dapat dibuat atau membatasi distribusi digital dari koleksi tersebut. Hal ini tentunya dapat menghambat peran perpustakaan sebagai lembaga penyedia akses informasi yang adil bagi seluruh masyarakat.
Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara perlindungan HKI dan pemenuhan hak masyarakat untuk mengakses informasi. Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah perpustakaan dapat berperan aktif dalam membangun kerja sama dengan pemegang hak cipta untuk memperluas akses informasi bagi masyarakat. Misalnya, dengan negosiasi harga langganan yang terjangkau atau mengembangkan layanan berbagi sumber daya informasi antar-perpustakaan.
Kesimpulannya, hak kekayaan intelektual (HKI) merupakan isu penting yang harus diperhatikan dalam konteks perpustakaan dan ilmu informasi. Baik sebagai penyedia informasi maupun sebagai pencipta karya intelektual, perpustakaan dan ilmuwan informasi harus memahami dan menerapkan prinsip-prinsip HKI dengan baik dan bijak.
Namun, perlindungan HKI dapat membatasi akses masyarakat terhadap informasi dan pengetahuan, sehingga perlu upaya untuk mencapai keseimbangan antara perlindungan HKI dan hak masyarakat untuk mengakses informasi. Dengan pemahaman dan penerapan HKI yang baik, perpustakaan dan ilmu informasi dapat terus menyediakan akses informasi yang adil bagi seluruh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Kerjasama, B. H. H. dan. (2016). Pentingnya Pendaftaran Kekayaan Intelektual. Kemenkumham. https://www.kemenkumham.go.id/berita-utama/pentingnya-pendaftaran-kekayaan-intelektual