Oleh: Putu Ayu Sri Yogi Devi, Ni Komang Indira Wahyuni dan Ni Kadek Sumartini, Universitas Pendidikan Ganesha
Pada era perkembangan teknologi yang pesat, pengaruhnya terhadap pembentukan karakter anak menjadi signifikan. Banyak anak yang terombang-ambing oleh kebudayaan asing, menyebabkan mereka kehilangan kedudukan identitas dan berpotensi menyimpang dari nilai-nilai kebudayaan yang seharusnya diwariskan. Kebudayaan, sebagai kumpulan nilai, turut berubah seiring perubahan sosial dalam masyarakat. Pelaksanaan nilai-nilai budaya menjadi bukti legitimasi masyarakat terhadap warisan budaya. Keragaman nilai luhur kebudayaan Indonesia membentuk karakter warga negara, termasuk aspek karakter pribadi dan sosial. Melibatkan nilai kebudayaan dalam pembelajaran di Sekolah Dasar adalah langkah awal untuk membentuk fondasi siswa yang berkarakter, mendukung upaya menciptakan sumber daya manusia berkualitas. Pendidikan karakter diarahkan pada penanaman kebiasaan positif, membentuk karakter peserta didik, dan sejalan dengan kurikulum Merdeka Belajar, termasuk pendekatan Project Based Learning.
Salah satu penerapan yang dapat dilakukan adalah mengkolaborasikan Pendidikan karakter berbasis kebudayaan dengan memperkenalkan karakter tokoh dalam wayang. Wayang, sebagai media pembelajaran, dapat membantu mengembangkan kreativitas siswa dan membangkitkan ketertarikan mereka dalam pembelajaran melalui alur cerita yang disampaikan dengan wayang. Beberapa karakter tokoh wayang, misalnya saja: Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa, Kresna, Sangkuni, dan Duryudana, masing-masing membawa nilai dan karakteristik yang kaya. Yudistira dengan kepribadian jujur dan penuh keadilan, Bima yang gagah perkasa namun penuh kasih sayang, Arjuna dengan kecakapannya dalam memanah dan kelembutan sikapnya, serta tokoh lainnya, membentuk kumpulan nilai yang beragam. Memasukkan karakter-karakter ini dalam proses pembelajaran dapat menjadi sumber inspirasi untuk membantu siswa memahami dan menginternalisasi nilai-nilai seperti kejujuran, kesetiaan, keadilan, dan kelembutan. Peran aktif dan efisien dari tenaga pendidik sebagai fasilitator sangat penting dalam membimbing siswa untuk mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks Kurikulum Merdeka Belajar (MBKM), metode pembelajaran yang melibatkan tokoh wayang dapat diimplementasikan dengan beberapa cara praktis. Pertama, melalui pendekatan Project Based Learning, di mana siswa aktif terlibat dalam membuat wayang berdasarkan tokoh favorit mereka menggunakan bahan seperti kardus. Kedua, pembelajaran drama memungkinkan siswa memerankan karakter wayang, mengasah keterampilan, dan memahami nilai-nilai yang diwakili oleh tokoh tersebut. Selain itu, penggunaan media pembelajaran seperti video animasi atau presentasi Power Point dapat meningkatkan keterlibatan siswa. Media ini tidak hanya memperkaya pembelajaran tetapi juga merangsang pemahaman siswa terhadap karakter dan nilai-nilai wayang. Pendekatan ini sejalan dengan semangat MBKM yang menekankan pada pembelajaran yang fleksibel, kreatif, dan sesuai dengan minat serta kebutuhan siswa.
Dengan mengkolaborasikan karakter tokoh wayang dalam metode pembelajaran seperti Project Based Learning, Drama/Peran Tokoh, dan Media Pembelajaran, siswa dapat mengalami proses pembangunan karakter secara lebih aktif. Melalui proyek sederhana, siswa merangsang keterampilan mereka, sementara peran dalam drama langsung memperkenalkan mereka pada karakter wayang. Model pembelajaran media, dengan peran pendidik menciptakan lingkungan belajar menarik, memberikan pemahaman yang lebih dalam terkait karakter wayang. Tiga metode pembelajaran ini membantu siswa menyadari karakter yang seharusnya diikuti dan dihindari. Lebih dari itu, memperkenalkan konsep dasar antropologi melalui kebudayaan wayang sejak dini dapat membentuk pemahaman mengenai perbedaan budaya, menghargai keberagaman, dan membangun sikap saling menghormati dalam masyarakat multikultural. Integrasi kebudayaan lokal, seperti wayang, dalam pembentukan karakter anak SD, tidak hanya mengenalkan dan menghargai budaya lokal tetapi juga menciptakan toleransi dan harmonisasi budaya, mempersiapkan siswa untuk menghadapi kompleksitas tantangan di masa depan.