Oleh : Sinta Wahyu Safitri 2111011026, Program Studi Bimbingan dan Konseling
Era globalisasi merupakan perubahan global yang melanda seluruh dunia. Dampak yang terjadi sangatlah besar terhadap berbagai aspek kehidupan manusia di semua lapisan masyarakat. Baik di bidang ekonomi, sosial, politik, teknologi, lingkungan, budaya, dan sebagainya. Hal ini disebabkan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan sebuah konsep kebudayaan yang menjadi wacana sentral dalam disiplin ilmu-ilmu sosial saat ini. Globalisasi adalah proses kebudayaan yang ditandai dengan adanya kecenderungan wilayah-wilayah di dunia, baik geografis maupun fisik, menjadi seragam dalam format sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Saat ini, dampak yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan arus globalisasi yaitu aspek sosial yang ditandai dengan semakin berkembangnya teknologi yang menyebabkan menurunnya interaksi antara individu satu dengan individu lainnya sehingga menimbulkan kesenjangan sosial yang berdampak pada seluruh aspek, khususnya pada remaja. Canggihnya teknologi saat ini menyebabkan runtuhnya hubungan sosial yang seharusnya remaja merasakan kebersamaannya, namun dengan adanya teknologi menjadikan mereka dalam kondisi yang acuh tak acuh pada keberadaan sosial, salah satunya adalah pengaruh game online yang berlebihan pada remaja.
Game adalah aktivitas yang bersifat rekreasi yang mengikut sertakan satu atau lebih pemainnya. Manusia telah mengenal permainan game online ini sejak usia dini hingga dewasa kelak. Dahulu, ketika zaman 1940 an, permainan yang biasanya dilakukan oleh anak-anak sebelum mengenal teknologi antara lain yaitu petak umpet, bola bekel, bermain dadu dan sejenisnya. Namun, saat ini permainannya sudah tidak lagi menerapkan permainan dahulu melainkan seringnya anak-anak bermain gadget dan mengakses game online dan menurutnya dapat menyenangkan dan mengasyikkan. Seiring dengan perkembangan zaman, khususnya dalam bidang informasi mengakibatkan jenis permainan semakin maju. Puncaknya perkembangan zaman dapat dilihat dari jenis permainan yang mudah diakses oleh anak di gawainya masing-masing sehingga hal ini berdampak buruk bagi kognitif remaja saat ini.
Mereka beranggapan bahwa games dapat membantu mereka dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami, seperti frustrasi dalam masalah pendidikan, hubungan sosial, pekerjaan dan meluapkan rasa marah. Seseorang yang mengalami game biasanya memiliki trigger untuk bermain, misalnya bertengkar dengan orang tua, rekan kerja atau tidak mampu mengerjakan PR yang sulit. Oleh karena itu, mereka harus mengidentifikasi situasi yang dapat menjadi trigger sehingga meningkatkan perilaku bermain games. Pemikiran yang terdistorsi seperti catastrophic, over- generalisasi berkontribusi terhadap perlaku adiksi, misalnya penggunaan internet yang berlebihan. Oleh karena itu, salah satu bentuk treatment yang dapat diterapkan adalah Cognitive Behaviour Therapy (CBT) yang dirancang untuk membantu remaja dalam mengubah mindset menjadi lebih baik. Piegler & Guevremont (2003) menyatakan bahwa CBT merupakan psikoterapi yang berfokus pada kognisi yang dimodifikasi secara langsung, yaitu ketika individu mengubah pikiran maladaptifnya (maladaptive thought) maka secara tidak langsung juga mengubah tingkah lakunya yang tampak (overt action). Aaron Beck (dalam Spiegler & Guevremont, 2003) menyatakan bahwa salah satu tujuan utama CBT adalah untuk membantu individu dalam mengubah pemikiran atau kognisi yang irasional menjadi pemikiran yang lebih rasional.
CBT dapat diterapkan untuk mengurangi durasi individu bermain game pada individu. Hal ini sesuai bahwa CBT merupakan terapi yang efektif dalam mengatasi adiksi terhadap computer gaming yang didalamnya aturan tentang kesehatan, memonitor pola permainan, mengubah kebiasaan perilaku dan menentang pemikiran untuk bermain games secara intensif. Hal ini sejalan pula yang menunjukkan bahwa CBT dapat diterapkan untuk mengatasi adiksi terhadap games dengan partisipan yang diberikan CBT mampu untuk mengatasi masalah mereka sendiri. Oleh karena itu, melalui CBT ini, dapat menjadikan wadah remaja untuk dapat diberikan sebagai penanganan yang sudah dilakukan dengan melakukan pembinaan, bekerja sama dengan pihak terkait, dan memberikan konseling individu hingga perhatian yang maksimal sehingga penggunaan game dapat diatasi dengan baik dan kualitas SDM remaja kedepannya dapat menjadi generasi yang berkualitas dan menjadi berprestasi.
Maka dari itu saya tertarik dengan materi CBT (Cognitive Behaviour Therapy) karena tujuan dari CBT ini adalah mengajak konseli untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan menam-pilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Konselor diharapkan mampu menolong konseli untuk mencari keyakinan yang sifatnya dogmatis dalam diri konseli dan secara kuat mencoba menguranginya.