Oleh : Kent Yesaya Irawan, 2211011043, Kelas A
Kode etik adalah sangat penting dan tidak boleh dipisahkan oleh seorang calon konselor jika ingin menjadi seorang profesional yang baik. hal.ini memiliki fungsi yang sangat penting. Kode etik memiliki fungsi yaitu menetapkan standar kepada konselor dan profesionalisme yang harus dipegang. Konselor profesional harus memiliki kode etik ini agar kegiatan bimbingan dan konseling dapat berjalan dengan baik dan lancar. Intinya kode etik adalah panduan moral yang mengatur perilaku seorang konselor. Kode etik ini memberikan pedoman bagaimana seharusnya konselor itu berperilaku, memperlakukan, dan berkomunikasi dengan konselinya. Hal ini sangat penting karena konselor bertanggung jawab atas kesejahteraan emosional dan psikologis konselinya. Dengan mengikuti kode etik, seorang konselor dapat menjamin bahwa mereka akan menghormati privasi, kerahasiaan, dan kepercayaan konseli.
Kode etik ini melindungi integritas seorang konselor secara keseluruhan. Dengan mematuhi kode etik, seorang calon konselor memperlihatkan komitmen mereka terhadap standar tertinggi dalam pelayanan konseling. Ini memberikan keyakinan kepada.masyarakat bahwa konselor yang mereka datangi memiliki keahlian, pengetahuan, dan etika yang diperlukan untuk membantu mereka mengatasi masalah mereka. Oleh karena itu, penting bagi calon konselor untuk memahami kode etik secara mendalam dan mengintegrasikannya ke dalam praktik profesional mereka.
Namun, jika kita lihat di lapangan masih banyak sekali oknum konselor yang tidak menerapkan kode etik dengan baik. Malah banyak sekali yang menyalahgunakan kekuasaan. Konselor menyalahgunakan posisinya dan menggunakan kekuasaannya untuk meraup keuntungan dari konseli. Hal ini menyebabkan dampak yang serius dan negatif bagi kesejahteraan pihak konseli. Konselor melakukan banyak hal yang manipulatif di pelanggaran ini, seperti penyalahgunaan emosional, penyalahgunaan keuangan, dan penyalahgunaan seksual.
Penyalahgunaan emosional adalah ketika seorang konselor dengan sengaja memanipulasi atau memanfaatkan emosi klien untuk mencapai tujuan pribadi. Hal ini dapat termasuk mengancam, mengejek, atau menyakiti emosional klien. Misalnya, seorang konselor yang mengeksploitasi kelemahan atau ketidakpastian klien untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Penyalahgunaan keuangan terjadi ketika seorang konselor menyalahgunakan dana klien untuk keuntungan finansial pribadi. Ini bisa meliputi memanfaatkan uang klien, mengambil keuntungan dari situasi keuangan klien, atau melakukan praktik-praktik yang tidak etis terkait dengan pembayaran atau faktur. Penyalahgunaan keuangan merupakan pelanggaran serius yang merugikan klien secara finansial dan merusak hubungan kepercayaan.
penyalahgunaan seksual adalah bentuk yang paling serius dari penyalahgunaan kekuasaan dalam konseling. Ini terjadi ketika seorang konselor menyalahgunakan posisinya untuk melakukan eksploitasi seksual terhadap klien. Penyalahgunaan seksual mencakup perilaku seperti pelecehan seksual, percobaan atau hubungan seksual yang tidak etis antara konselor dan klien, atau eksploitasi emosional melalui kegiatan seksual yang tidak sehat.
Menurut opini dari saya, cara untuk mengatasi pelaggaran seksual yang dilakukan oleh konselor adalah melaporkannya kepada pihak yang berwenang.Karena tidak semua konselor mau berubah menjadi lebih baik atas kesadaran diri mereka sendiri karena akan menjadi kerugian bagi mereka jika tidak melakukan ketiga hal tersebut. jika ada dugaan atau kecurigaan terhadap penyalahgunaan kekuasaan oleh seorang konselor, penting untuk melaporkan masalah tersebut kepada otoritas terkait, seperti badan regulasi atau lembaga profesional yang relevan. Langkah ini diperlukan untuk melindungi klien yang mungkin menjadi korban dan memastikan adanya tindakan yang sesuai untuk mengatasi pelanggaran etika.
Di kasus pelanggaran keuangan, bisa audit internal secara berkala untuk memastikan kepatuhan terhadap prosedur keuangan yang telah ditetapkan. Mengidentifikasi potensi risiko penyalahgunaan keuangan dan mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan.
Di kasus penyalahgunaan emosional, perusahaan bisa sistem pengawasan dan supervisi yang ketat untuk memantau perilaku konselor dan mendeteksi tanda-tanda penyalahgunaan emosional. Hal ini dapat melibatkan sesi pengawasan rutin, diskusi kasus, dan kolaborasi dengan supervisor yang berpengalaman.
Intinya dari opini saya ini adalah saya sangat berharap seluruh kegiatan bimbingan dan konseling yang ada di Indonesia ini berjalan sesuai dengan kode etik. Saya sangat mengutuk keras setiap pelanggaran yang dilakukan oleh oknum konselor untuk meraup keuntungan.