Oleh : Esther Lydia Rismawati, Program Studi Bimbingan dan Konseling, Universitas Pendidikan Ganesha
Pada dasarnya aktivitas bimbingan dan konseling merupakan interaksi timbal balik yang terjalin antara konselor dengan konseli yang saling mempengaruhi satu sama untuk membantu konseli dalam mengatasi permasalahannya. Namun dalam hal ini, konselor diasumsikan sebagai fasilitator yang memiliki kepribadian yang professional dalam membimbing konseli untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Maka dari itu, dibutuhkan kapasitas tertentu yang harus dimiliki oleh konselor dalam memenuhi kebutuhan konseli tersebut. Kapasitas konselor inilah yang menentukan seberapa kualitasnya konselor dalam menjalani tugasnya. Terjadinya konseling yang aktif dapat bergantung pada kualitas yang dibangun dalam hubungan antar konselor dengan konseli. Pentingnya kualitas hubungan dalam kegiatan bimbingan dan konseling ini ditunjukkan melalui kemampuan konselor dalam memiliki empati, kongruensi, perhatian positif, dan menghargai konseli. Pada dasarnya, setiap konseli memiliki potensi dan kekuatan di dalam dirinya dalam mengembangkan dirinya sendiri. Dalam hal ini, individu sendiri memiliki pemahaman kekuatan dalam dirinya dalam membangun struktur kepribadian yang positif dan mandiri. Implikasinya dalam kegiatan konseling ialah mereka diberi kesempatan untuk membuka diri mereka terhadap proses pengalaman-pengalaman baru dan konselor akan memberikan kesempatan semaksimal mungkin agar konseli mampu mengeksplorasi dan mengembangkan potensi dan kekuatan yang ada di dalam dirinya.
Salah satu tujuan pertama seorang konselor ketika bertemu dengan seorang konseli dalam kegiatan konseling ialah membangun suatu bentuk hubungan kepercayaan. Jika konseli cenderung tidak percaya akan hubungannya dengan konselor, maka mereka cenderung tidak terbuka tentang permasalahan yang mereka hadapi, apalagi terbuka untuk mendiskusikan tujuan yang ingin mereka capai. Namun, kepercayaan bukanlah suatu hal yang budah dibangun dalam sekejap. Menciptakan hubungan yang professional dalam proses konseling membutuhkan perencanaan dan dedikasi yang telah diketahui konselor sebagai suatu keterampilan yang kemudian diterapkan dalam sesi konseling. Dalam membangun hubungan pada kegiatan konseling, langkah awal yang harus dilakukan ialah membina hubungan yang baik diantara keduanya. Konseling adalah suatu bentuk hubungan atau komunikasi interpersonal yang dilakukan antara konselor dengan konseli. Hal ini berarti bahwa kaidah komunikasi harus berlaku juga dalam kegiatan konseling. Istilah membangun hubungan yang baik dalam konseling pada tahap awal proses konseling adalah rapport. Menurut Willis, rapport adalah hubungan yang ditandai dengan keharmonisan, kecocokan, dan saling tarik-menarik. Rapport ini diawali dengan adanya persetujuan, kesepakatan, dan persamaan. Hal ini ditekankan bahwa dalam membangun rapport, konselor memulainya dengan hubungan atau komunikasi yang positif, sementara perbedaan yang ada antara konselor dengan konseli hanya akan memunculkan sikap resisten dan perasaan egosentris dari konseli.
Dalam kegiatan konseling, menumbuhkan kepercayaan konseli kepada konselor merupakan suatu bagian yang paling penting dalam menciptakan hubungan yang baik dan terbuka pada saat kegiatan konseling berlangsung. Konseli harus memiliki pandangan bahwa konselor dapat membantu konseli dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Konselor juga harus dapat dipercaya dan menjamin secara menyeluruh terkait dengan kerahasiaan segala informasi yang disampaikan oleh konseli. Agar kepercayaan konseli terbangun kepada konselor, maka konselor harus menumbuhkan kepercayaan kepada konseli bahwa konselor tersebut dapat dipercaya. Menumbuhkan kepercayaan dalam konseling bukanlah suatu hal yang mudah. Konseli seringkali tidak mau terbuka dan ragu-ragu dalam menceritakan permasalaahnnya. Konseli juga cenderung untuk menutup-nutupi keadaan yang sebenarnya terjadi. Apabila hal seperti ini terjadi, maka proses konseling akan sulit dilaksanakan dan menghambat tercapainya tujuan konseli tersebut. Selain itu, kesalahpaham dalam mendiagnosis dan penerapan terapi juga dapat terjadi bila konseli tidak menceritakan secara lengkap permasalahan yang dihadapi. Salah satu tujuan pertama seorang konselor ketika bertemu dengan seorang konseli dalam kegiatan konseling ialah membangun suatu bentuk hubungan kepercayaan. Jika konseli cenderung tidak percaya akan hubungannya dengan konselor, maka mereka cenderung tidak terbuka tentang permasalahan yang mereka hadapi, apalagi terbuka untuk mendiskusikan tujuan yang ingin mereka capai. Namun, kepercayaan bukanlah suatu hal yang budah dibangun dalam sekejap. Menciptakan hubungan yang professional dalam proses konseling membutuhkan perencanaan dan dedikasi yang telah diketahui konselor sebagai suatu keterampilan yang kemudian diterapkan dalam sesi konseling.