Oleh : Ni Kadek Mas Praba Dewi, S1 Bimbingan dan Konseling, Universitas Pendidikan Ganesha
Dalam dunia konseling etika, yang berasal dari kata Yunani “ethos” yang berarti karakter atau kebiasaan, merupakan landasan moral yang memandu perilaku dan keputusan seorang konselor dalam menjalankan tugasnya. Sebagai calon konselor kita harus paham akan kode etik dan memiliki kepribadian yang sesuai sebagai seorang calon konselor profesional. Konseling bukan sekadar proses memberikan nasihat atau solusi atas masalah yang dihadapi klien, tetapi juga merupakan interaksi yang mendalam yang membutuhkan landasan etika yang kuat. Etika dalam hal ini tidak hanya mengacu pada peraturan formal atau aturan lainnya, tetapi mencakup nilai-nilai moral yang menjadi dasar dalam hubungan profesional antara konselor dan klien.
Pertama pemahaman tentang kode etik membantu calon konselor memahami batasan-batasan dalam praktek konseling. Prinsip-prinsip seperti kerahasiaan, integritas, dan keadilan sosial menjadi panduan dalam menjalankan profesinya. Misalnya, prinsip kerahasiaan menjamin bahwa segala informasi yang diperoleh dari klien harus dijaga kerahasiaannya, kecuali dengan izin klien atau dalam situasi yang mengancam kehidupan. Hal ini tidak hanya melindungi privasi klien, tetapi juga membangun kepercayaan yang fundamental dalam hubungan konseling.
Kedua, kepribadian konselor memegang peranan krusial dalam efektivitas proses konseling. Konselor yang memiliki kepribadian yang terbuka, stabil emosinya, dan penuh dengan empati dapat lebih mudah membangun hubungan yang baik dengan klien. Kepedulian dan komitmen terhadap kemanusiaan juga menjadi landasan yang membuat konselor untuk mengerti dan merespons kebutuhan serta perasaan klien secara lebih baik.
Selain itu, kepribadian yang fleksibel dan mampu beradaptasi dengan berbagai situasi akan membantu konselor menemukan pendekatan terbaik dalam membantu klien menyelesaikan masalah mereka. Kemampuan untuk tetap fokus dan berkonsentrasi pada klien merupakan sikap yang sangat dibutuhkan agar konseling dapat berjalan dengan efektif dan bermanfaat bagi klien.
Dalam hal ini, pemahaman yang baik terhadap etika dan memiliki kepribadian yang sesuai tidak hanya menjamin profesionalisme dalam setiap langkah konselor, tetapi juga menjaga kualitas layanan konseling secara keseluruhan. Konseling bukan hanya sekadar memberikan nasihat, tetapi lebih kepada membantu klien menemukan solusi yang tepat untuk masalah mereka sambil membangun kemandirian dan kekuatan pribadi.
Pemahaman yang kuat terhadap kode etik profesional sangatlah diperlukan. Kode etik dalam profesi konseling bukan hanya sekadar aturan formal, tetapi mencerminkan komitmen untuk melindungi klien dari segala bentuk pelecehan dan eksploitasi. Salah satu prinsip utama dalam kode etik adalah menjaga kerahasiaan informasi klien dan menghormati batasan-batasan pribadi mereka. Misalkan saja terdapat kasus, tindakan oknum guru BK yang melakukan pelecehan seksual terhadap siswi selama pelaksanaan ujian minat bakat merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip ini. Seorang konselor profesional harus memahami bahwa setiap interaksi dengan klien harus dilakukan dengan penuh rasa hormat dan tidak boleh menimbulkan rasa tidak nyaman atau bahaya bagi klien.
Kepribadian seorang konselor juga harus ada dalam menjaga integritas profesi. Kepribadian yang mencakup sifat-sifat seperti empati, keterbukaan, dan kestabilan emosional sangat diperlukan untuk membangun hubungan konseling yang sehat dan efektif. Dalam kasus ini, kepribadian oknum guru BK yang tidak mampu mengendalikan diri dan melanggar batasan-batasan profesional menunjukkan kekurangan dalam aspek-aspek ini. Seorang konselor harus mampu menjaga profesionalisme dan menghindari tindakan-tindakan yang merugikan klien atau merusak reputasi profesi secara keseluruhan.
Pentingnya pemahaman yang mendalam terhadap kode etik dan memiliki kepribadian yang sesuai juga tercermin dalam tanggung jawab seorang konselor untuk terus belajar dan mengembangkan diri. Pendidikan dalam etika profesi dan pengembangan kepribadian yang sesuai membantu seorang calon konselor untuk lebih memahami implikasi dari tindakan mereka terhadap klien. Seorang calon konselor perlu memahami bahwa kepercayaan yang diberikan oleh klien adalah hal yang paling berharga dan harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.
Selain itu, seperti contoh kasus diatas penting adanya sistem pengawasan dan mekanisme pelaporan yang efektif dalam institusi pendidikan dan tempat kerja. Konselor profesional tidak hanya bertanggung jawab terhadap klien mereka, tetapi juga terhadap masyarakat dan institusi tempat mereka bekerja. Perlindungan terhadap hak-hak klien dan penanganan adil terhadap pelanggaran etika merupakan bagian integral dari membangun sistem pendidikan dan layanan konseling yang bermartabat.
Dalam menghadapi kasus seperti ini, bagi institusi pendidikan dan organisasi profesi untuk menanggapi dengan serius setiap laporan atau indikasi pelanggaran etika. Langkah-langkah yang diambil harus transparan, cepat, dan mengedepankan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Ini juga menjadi kesempatan bagi pendidikan dan pelatihan dalam profesi konseling untuk mengintensifkan pendidikan etika dan pengembangan kepribadian yang sesuai sejak dini. Etika dan kepribadian bukan hanya menjadi pedoman dalam menjalankan tugas konseling, tetapi juga sebagai fondasi untuk membangun hubungan konseling yang sehat dan bermartabat. Hanya dengan memahami dan menginternalisasi nilai-nilai ini, seorang konselor dapat memberikan layanan yang efektif, aman, dan bermartabat bagi setiap klien yang membutuhkan bimbingan dan konseling.