Oleh : Ni Putu Sukma Bintang Maharani, Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Pendidikan Ganesha
Keberagaman siswa di kelas adalah sesuatu yang mustahil untuk dihindari dalam bidang pendidikan. Salah satu bagian utama dalam keberagaman ini adalah siswa-siswa dengan kebutuhan khusus. Namun, menjadi cakupan yang harus dipahami guru, merupakan bagian integral dari persiapan calon guru sama-sama bagus agar mereka dapat dengan efisien melaksanakan fungsinya yang penuh tanggung jawab. Lebih dari itu, persiapan harus dilengkapi dengan perkembangan empati dan keterampilan sosial yang kuat sehingga mereka bisa bertindak dan menangani siswa dari latar belakang yang berbeda.
Memahami kebutuhan khusus artinya mengenali berbagai situasi yang mungkin mempengaruhi cara belajar siswa. Ini meliputi terbatas pada, Autismus, Disleksia, ADHD, dan berbagai kondisi lainnya. Seorang calon guru tidak boleh lupa bahwa setiap siswa adalah orang yang unik dengan keberagaman cara belajar dan berinteraksi. Pengetahuan ini akan membantu mereka menciptakan cara belajar yang ramah dan inklusif bagi semua siswa. Ketika calon guru mempelajari bagaimana berperilaku di sekitar orang dengan kebutuhan khusus, mereka secara alami membiarkan diri mereka menjadi lebih sensitif terhadap perbedaan. Hal ini tidak hanya membantu mereka menjadi guru yang lebih baik, tetapi juga menjadi individu yang menarik bagi siswa.
Empati adalah kemampuan alami manusia untuk merasakan dan memahami pengalaman orang lain tanpa mengucapkannya. Dalam konteks pendidikan, empati membantu calon guru menjadi lebih sensitif terhadap perasaan dan kebutuhan siswa yang membutuhkan kebutuhan khusus. Secara pribadi, melalui pengalaman langsung, calon guru dapat berempati pada kerumitan dunia individu dengan berbagai kebutuhan. Misalnya, program magang di sekolah yang mengintegrasikan siswa dengan kebutuhan khusus dapat memberikan wawasan yang berharga. Dalam situasi ini, calon guru tidak hanya belajar tentang teori, tetapi juga tentang realitas sehari-hari siswa tersebut. Hal ini dapat membangun keterhubungan emosional yang mendalam dan memperkuat rasa kemanusiaan yang universal.
Selain empati, sangat penting untuk membangun hubungan yang positif dengan siswa. Calon guru harus memiliki keterampilan komunikasi yang efektif dan kemampuan berkolaborasi; keterampilan ini sangat penting ketika bekerja dengan siswa yang mungkin mengalami kesulitan berinteraksi dengan orang lain. Latihan role-play atau simulasi dapat menjadi alat yang sangat berguna dalam hal ini. Dengan menggunakan skenario yang direncanakan, calon guru dapat belajar bagaimana bekerja dengan siswa dengan berbagai kebutuhan dan mengatasi masalah. Hal ini juga memungkinkan mereka untuk berlatih merespons situasi secara positif.
Guru yang memiliki pemahaman tentang kebutuhan khusus dan mampu berinteraksi dengan siswa akan lebih mampu membuat lingkungan belajar yang inklusif. Lingkungan belajar yang inklusif adalah tempat di mana setiap siswa merasa diterima, dihargai, dan memiliki kesempatan untuk berkontribusi. Calon guru dapat membantu semua siswa mencapai potensi terbaik mereka dengan membuat lingkungan yang aman dan mendukung. Dalam situasi seperti ini, strategi pengajaran yang fleksibel sangat penting. Calon guru harus mampu menyesuaikan metode pengajaran mereka untuk memenuhi kebutuhan khusus siswa. Menggunakan pendekatan berbasis permainan atau teknologi, misalnya, dapat membantu siswa dengan kebutuhan khusus dalam memahami materi pelajaran.
Meskipun penting, memahami persyaratan khusus adalah tugas yang sulit. Lembaga pendidikan harus memberikan dukungan dan sumber daya yang memadai kepada calon guru untuk mengatasi tantangan ini, seperti kekurangan pelatihan, sumber daya yang terbatas, atau stigma sosial yang mungkin ada di masyarakat. Program pelatihan yang lengkap harus mencakup teori dan praktik. Selain itu, memiliki akses ke mentor yang berpengalaman juga dapat membantu calon guru menjadi lebih baik dalam menghadapi situasi lapangan yang sebenarnya.
Kita semua harus paham betul bahwa anak kita, para anak penyandang disabilitas tidak lagi dipandang sebagai suatu keterbatasan fungsi, misal tidak dapat melihat atau mendengar, tetapi sebagai sebuah interaksi antara keterbatasan fungsi dan lingkungannya. Kita semua telah melihat dan terbukti bahwa mereka juga bisa berprestasi dan punya keahlian khusus dibidangnya masing-masing. Mereka harus mendapatkan hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan dan berpartisipasi
Bagi calon guru, memahami kebutuhan unik siswa adalah bagian penting dari pendidikan. Dengan melatih keterampilan sosial dan empati, calon pendidik tidak hanya mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan di kelas tetapi juga membantu menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik. Di era inklusi ini, guru harus mengakui keberagaman dan membuat ruang yang mendukung bagi semua siswa, termasuk siswa dengan kebutuhan khusus. Kita dapat membantu semua siswa mencapai potensi penuh mereka melalui pendidikan yang empatik dan inklusif. Ini akan menghasilkan generasi yang lebih berempati dan lebih baik di masa depan.