Oleh : Ni Made Mia Wulandari dan Ketut Puji Anggriyani, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Pendidikan Ganesha
Setiap anak memiliki tahap perkembangannya tersendiri yang tidak bisa disamakan dengan anak lainnya. Pada masa perkembangan inilah orang tua dan juga guru disekolah mengambil peran penting dalam pembentukan karakter dan nilai-nilai fundamental bagi anak-anak. Masa perkembangan anak merupakan masa yang sangat penting, dimana pada masa ini anak mulai mengalami pembentukan kepribadian. Anak-anak berada pada fase perkembangan kritis seperti mulai memahami lingkungan sekitar, membangun hubungan sosial, dan membentuk pola pikir. Salah satu kepribadian yang harus diterapkan pada masa ini adalah perilaku empati.
Belakangan ini, banyak terdapat perbincangan dan isu-isu di lingkungan masyarakat ataupun dunia pendidikan mengenai perlunya diadakan pengkajian ulang pada pendidikan moral anak di lingkungan sekolah. Beberapa orang berpendapat bahwa pendidikan Budi Pekerti perlu dimunculkan kembali dalam pembelajaran. Pendapat ini didasari oleh anggapan bahwa mata pelajaran pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan (PKN) dianggap tidak berhasil dalam membentuk watak dan karakter pribadi anak-anak sesuai dengan nilai-nilai luhur dan budaya Pancasila yang sudah berlaku sejak dulu. Namun, sebagian orang juga berpendapat bahwa hadirnya pendidikan budi pekerti tidak akan menjamin adanya perubahan moral kearah yang lebih baik pada generasi penerus bangsa. Hal yang harus dilakukan bukan merubah sistem pembelajaran, melainkan melakukan pelatihan soft skill pada anak seperti mengajarkan sikap empati pada anak-anak. Melalui perilaku empati ini, anak-anak bisa mengetahui dan merasakan bagaimana perasaan yang sedang dialami oleh seseorang, mengetahui bagaimana cara memberikan respons yang baik terhadap sesama, dan memiliki jiwa tenggang rasa, karena melalui perilaku ini anak belajar bagaimana cara perduli dan terbuka dengan orang lain. Selain itu, empati juga membantu anak dalam mengembangkan mental yang dimilikinya. Pengembangan sikap empati ini tidak hanya dapat mengasah kemampuan yang dimiliki oleh seorang anak, melainkan juga menciptakan landasan hubungan yang lebih empatik dan peduli antar sesama.
Penerapa perilaku empati ini bisa didapatkan pada lingkungan sekolah, karena selain sebagai tempat untuk mendapatkan keterampilan kognitif dan linguistik, sekolah juga menjadi tempat berlangsungnya perkembangan pribadi seperti berbicara, menjalin hubungan dengan orang lain dan secara berangsur-angsur menginternalisasikan pedoman-pedoman dalam berperilaku pada masyarakat. Cara yang dapat ditawarkan yaitu melalui pendekatan sosiologi dalam konteks kurikulum merdeka. Kurikulum merdeka dianggap memiliki keunggulan dalam menanamkan nilai empati sosial pada generasi muda karena memperkenalkan pendekatan sosiologi di tingkat sekolah dasar (SD). Pendekatan sosiologi di kurikulum merdeka ini dijadikan landasan yang kuat untuk mengajarkan anak-anak tentang keterlibatan dalam perbedaan, memahami perbedaan, dan mengembangkan sikap toleransi antar sesama.
Upaya yang dapat dilakukan oleh guru guna menanaman nilai empati pada anak sekolah dasar melalui pendekatan sosiologi di kurikulum merdeka dapat dilakukan dengan beberapa metode sebagai berikut. Pertama, keteladanan. Dalam metode ini, guru diharapkan mampu menjadi teladan atau cerminan dalam bersikap dan berprilaku untuk anak-anak. Contoh kecil yang dapat dilakukan yaitu dengan cara berbicara, berinteraksi dengan orang lain, menerapkan sikap toleransi antar sesama dan juga mengembangkan rasa empati dalam kehidupan. Dengan menerapkan sifat-sifat seperti ini , diharapkan mereka bisa mengetahui, memahami, menerapkan apa yang mereka amati dari gurunya, serta mengkristalkan nilai-nilai budi pekerti dan juga nilai moral yang sesungguhnya sehingga bisa membedakan mana yang baik dan buruk dalam kehidupan. Kedua, perkenalan kisah mengenai empati atau moral. Dalam metode ini, dapat dilakukan dengan menceritakan cerita atau kisah yang dapat menumbuhkan sikap empati atau moral anak-anak terhadap tokoh-tokoh ataupun peristiwa yang terjadi pada kisah tersebut. Dengan metode ini diharapkan dapat mengembangkan daya imajinasi moral anak, sehingga membantu mendorong daya empati anak. Anak-anak dengan tingkat empati yang tinggi sering kali tertarik pada cerita dan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh cerita. Dalam suasana seperti itu, biasanya timbul reaksi dalam diri mereka mengenai konsep orang baik, dan orang buruk atau jahat, serta perlunya sikap empati dalam kasusnya. Ketiga, menggunakan kata-kata verbal dalam menegur anak yang nakal. Dalam metode ini dapat dilakukan dengan mengajarkan pada anak bagaimana cara berkomunikasi dengan baik-baik, tidak langsung memarahi anak-anak yang nakal. Selain itu, anak juga diajarkan untuk menangani emosional yang ada pada diri sehingga emosi pada anak menjadi terkontrol (tidak mudah terpancing amarahnya). Keempat, kebersamaan dalam bermain. Dalam metode ini dapat dilakukan dengan mengajarkan anak-anak mengenai keterampilan bermain dengan teman sebayanya, sehingga anak bisa dengan senang hati berbagi dan meminjam mainan kepada teman-teman yang tidak memiliki peralatan bermain. Melalui perilaku ini, anak dapat bermain bersama tanpa adanya kesedihan karena tidak memiliki peralatan bermain seperti yang dimiliki temannya. Melalui kegiatan ini anak-anak dilatih untuk berempati terhadap temannya yang tidak memiliki peralatan bermain.
Dengan memanfaatkan pendekatan sosiologi dalam kurikulum merdeka melalui metode-metode ini, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang harmonis dan kooperatif. Selain itu, anak juga dapat mengembangkan sikap empati sosial yang dimilikinya sehingga akan berpengaruh pada hubungan sosial dan tindakan yang akan dia lakukan nanti. Kehadiran sosiologi dalam kurikulum merdeka SD bukan hanya sekedar menyajikan pengetahuan mengenai masyarakat, tetapi juga membangun kesadaran sosial yang esensial. Dengan demikian, anak-anak menjadi lebih siap untuk beradaptasi dalam masyarakat yang beragam, membangun keterampilan sosial yang kuat, serta menjadi agen perubahan yang perduli terhadap kebutuhan serta perasaan orang lain di sekitar mereka.