Oleh : Putu Ayu Liska Pratiwi, Bimbingan dan Konseling, Universitas Pendidikan Ganesha
Konsep arketipe, yang merupakan salah satu elemen sentral dalam teori perkembangan kepribadian Carl Gustav Jung, memegang peran kunci dalam memahami dinamika pertumbuhan individu. Jung memandang arketipe sebagai pola pikir dan representasi kolektif yang melekat dalam alam bawah sadar manusia. Dalam perkembangan kepribadian, arketipe menjadi fondasi bagi pembentukan pola-pola perilaku, nilai-nilai, dan persepsi hidup. Misalnya, arketipe ibu dapat menciptakan pengaruh besar dalam membentuk persepsi individu terhadap kasih sayang, perawatan, dan hubungan interpersonal. Pengaruh konsep arketipe dalam kehidupan sehari-hari muncul melalui tiga cara utama. Pertama, arketipe memainkan peran dalam membentuk identitas personal. Melalui identifikasi dengan arketipe tertentu, individu dapat membentuk citra diri yang kuat dan mendalam. Kedua, arketipe juga terwujud dalam mitos, simbol, dan cerita, yang secara tak langsung memengaruhi cara individu memandang dunia dan mengambil keputusan. Ketiga, dalam relasi interpersonal, arketipe memainkan peran dalam membentuk dinamika hubungan antarindividu, terutama dalam hal kekuasaan, cinta, dan konflik.
Teori perkembangan kepribadian Carl Gustav Jung menyoroti peran fundamental Kolektif Unconscious dalam membentuk kepribadian manusia. Kolektif Unconscious, menurut Jung, adalah lapisan psikis bersama yang mencakup pengalaman dan warisan budaya manusia. Proses pertumbuhan psikologis dalam teori ini terkait erat dengan konsep kompleks arketipe yang terdapat dalam Kolektif Unconscious. Kompleks arketipe merupakan pola pikir dan emosi yang bersifat universal dan diwarisi oleh seluruh manusia, memainkan peran penting dalam membentuk kepribadian. Kompleks arketipe mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, seperti arketipe ibu, ayah, anima, animus, dan lainnya. Setiap kompleks ini menyimpan pengalaman-pengalaman yang bersifat kolektif dan menjadi bagian integral dari pengembangan kepribadian individu. Proses pertumbuhan psikologis dimulai dengan integrasi dan pemahaman yang lebih dalam terhadap kompleks-kompleks arketipe ini. Jung percaya bahwa pemahaman diri yang mendalam tentang kompleks-kompleks tersebut dapat membantu individu mencapai keseimbangan psikologis dan pertumbuhan kepribadian yang lebih positif. Dalam konteks pembentukan kepribadian, pengaruh kompleks-kompleks arketipe dapat dilihat dalam perilaku, motivasi, dan pemilihan nilai-nilai hidup. Misalnya, seseorang yang berhasil mengintegrasikan arketipe ibu dalam Kolektif Unconsciousnya mungkin menunjukkan sifat-sifat keibuan yang kuat dalam interaksi sosialnya. Begitu pula dengan kompleks-kompleks arketipe lainnya yang memberikan sumbangan unik terhadap pemahaman diri dan pembentukan kepribadian individu.
Jung memandang bahwa manusia cenderung memiliki preferensi tertentu terhadap salah satu atau dua fungsi ini, membentuk dasar dominasi kepribadian individu. Sejauh mana keseimbangan atau ketidakseimbangan antara fungsi-fungsi kognitif ini terjadi akan memengaruhi cara seseorang memproses informasi dan merespon dunia sekitarnya. Dalam konteks ini, keseimbangan antara fungsi-fungsi kognitif diartikan sebagai kemampuan individu untuk mengintegrasikan informasi dengan seimbang dan efektif. Jika seseorang memiliki keseimbangan yang baik, dia mungkin dapat mengambil keputusan yang lebih rasional dan memahami perasaan serta intuisi dengan bijak. Sebaliknya, ketidakseimbangan dapat mengakibatkan perilaku yang tidak konsisten atau bahkan konflik internal. Dampaknya pada perilaku manusia sangat bervariasi. Seseorang dengan dominasi fungsi pemikiran mungkin cenderung bersikap logis dan analitis, sedangkan individu yang lebih mendominasi fungsi perasaan akan lebih cenderung mempertimbangkan nilai-nilai dan perasaan mereka dalam pengambilan keputusan. Jika keseimbangan tidak terjaga, mungkin terjadi konflik internal, dan individu mungkin mengalami kesulitan dalam memahami dan mengatasi perbedaan antara persepsi logis dan respons emosional.
Mimpi sebagai jendela ke dalam alam bawah sadar telah menjadi fokus penelitian dalam teori perkembangan kepribadian Carl Gustav Jung. Dalam pandangan Jung, simbol-simbol arketype yang muncul dalam mimpi tidak hanya merupakan hasil dari pengalaman pribadi, tetapi juga mencerminkan warisan kolektif manusia. Signifikansi simbol-simbol arketype dalam menganalisis mimpi menjadi jauh lebih penting ketika kita memahami bahwa mereka merepresentasikan struktur psikologis yang melampaui dimensi personal dan memasuki ranah universal. Melalui analisis mimpi, Jung berpendapat bahwa individu dapat memahami lebih dalam aspek-aspek bawah sadar dari kepribadian mereka, termasuk konflik internal, ketegangan, dan aspirasi yang mungkin tidak sepenuhnya terungkap dalam kehidupan sehari-hari. Implikasi dari pemahaman simbol-simbol arketype dalam menganalisis mimpi sangat relevan terhadap konsep kepribadian dalam teori Jung. Pertama-tama, simbol-simbol tersebut dapat membantu mengidentifikasi dan meresapi unsur-unsur bawah sadar yang mungkin memengaruhi perilaku dan pemikiran individu. Selain itu, analisis mimpi dapat membantu individu menghadapi konflik internal dan mengintegrasikan aspek-aspek yang mungkin tersembunyi dalam alam bawah sadar mereka, yang pada gilirannya dapat memperkaya dan menyelaraskan perkembangan kepribadian.
DAFTAR PUSTAKA
Fadilah, R., Adhari, F., & Walidaini, I. (2023). Pandangan Carl Gustav Jung Terhadap Psikologi Kepribadian. Madani: Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 1(6).
Setiawan, A. H., Sastrawan, D., Khumaedi, M. W., & Hernisawati, H. (2022). Persona, Shadow dan Kepercayaan diri berhijab Remaja Putri dalam Kepribadian Jung. Bulletin of Counseling and Psychotherapy, 4(2), 428-433.
Wakhid, Z. A. R. (2019). Tipe kepribadian ekstrover dalam novel seri anak: kajian psikologi
sastra carl gustav jung. Madah: Jurnal Bahasa dan Sastra, 10(1), 37-48.