Optimalisasi Peran Kurikulum Merdeka dalam Membentuk Karakter pada Anak Sekolah Dasar

Oleh : Ni Wayan Arimas Oktaviani Tresnaningsih, Mahasiswa Semester I  Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Pendidikan Ganesha

Konsep pendidikan dapat dilihat dari dua aspek yaitu membantu dan menolong. Pendidikan membantu yaitu pendidikan yang dapat membantu seseorang menjadi manusia yang seutuhnya, karena manusia tidak bisa hidup sendiri namun juga membutuhkan bantuan dari orang lain. Sedangkan, pendidikan menolong adalah pendidikan yang dapat menolong manusia menjadi manusia. Setiap manusia memiliki potensi, ada yang menjadi manusia, ada juga yang tidak menjadi manusia (memiliki sifat kebinatangan). Di sinilah pentingnya peranan pendidikan untuk memanusiakan manusia (Susilawati, 2021). Pendidikan dapat berperan dalam menekankan pengembangan aspek manusiawi atau kemanusiaan siswa dalam proses pembelajaran.

Munculnya kebijakan Merdeka Belajar dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2020, memberikan pergeseran pandangan di dunia pendidikan. Menurut Kemendikbud, konsep merdeka belajar ini terinspirasi dari filsafat K.H Dewantara dengan esensi pendidikannya bermakna kemerdekaan dan kemandirian. Merdeka belajar dianggap relevan dan tepat dilaksanakan di era demokrasi pendidikan saat ini (Susilawati, 2021). Merdeka Belajar mengacu pada proses pembelajaran yang memberi kebebasan kepada siswa untuk mengatur proses belajarnya sendiri. Pendidikan tidak hanya memandang dari aspek kognitif atau pengetahuan, tetapi pendidikan juga memandang dari bagaimana pengembangan nilai-nilai, etika, kepribadian, dan keterampilan sosial siswa, seperti menghormati perbedaan dan berperan aktif dalam masyarakat. Dengan merdeka belajar, proses pendidikan lebih menekankan pada pengembangan potensi siswa, tidak hanya dibidang akademik tetapi juga mencakup bidang-bidang lainnya yang dapat membentuk individu yang dapat berkontribusi di dalam masyarakat.

Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 19, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai panduan dalam  menyelenggarakan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum juga memiliki peranan yang sangat penting dalam aspek pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum perlu memperhatikan berbagai aspek, salah satunya aspek sosiologis, karena pengembangan kurikulum harus memperhatikan dan mempertimbangkan karakteristik siswa dimana kurikulum itu akan dilaksanakan. Karakteristik siswa dapat dilihat dari berbagai kondisi, seperti kondisi sosial ekonomi, kondisi geografi, kondisi lingkungan sosial budaya, adat istiadat, dan lain-lain. Dalam merencanakan suatu kurikulum aspek sosiologi perlu diperhatikan agar nantinya peserta didik tidak salah dalam menafsirkan kurikulum tersebut di dalam proses pembelajaran sehingga tujuan dari pembelajaran yang dinginkan dapat dicapai. 

Ada tiga aspek penting yang menjadi landasan atau dasar dalam mengembangkan suatu kurikulum, yaitu: filsafat, psikologis dan sosiologis. Aspek yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah sosiologis. Sosiologis adalah landasan yang mengarahkan kajian mengenai kurikulum yang dikaitkan dengan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuan (Zulkifli, 2022). Kurikulum sebagai rancangan pendidikan harus bisa menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat, tidak hanya dari segi isi programnya tetapi juga dari segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya. Penerapan teori, prinsip, dan hukum yang terdapat dalam ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa akan lebih bermakna dalam hidupnya. Oleh karena itu, wajar jika pendidikan memperhatikan keinginan masyarakat, dan pendidikan harus memberikan jawaban terhadap tekanan-tekanan yang datang dari kekuatan sosial politik dan ekonomi yang dominan. Di sisi lain, landasan sosiologis pengembangan kurikulum dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip sosial dan kebutuhan masyarakat memberi makna lebih jauh pada pendidikan. Harapannya dengan adanya landasan sosiologis pendidikan akan mampu menjawab tantangan masyarakat, membekali peserta didik untuk setia pada norma/etika di masyarakat dan sekaligus mampu menyiapkan kader-kader generasi masa depan.

Pendidikan karakter merupakan sistem pendidikan yang menanamkan nilai-nilai sesuai dengan budaya bangsa dengan komponen aspek pengetahuan (cognitive), sikap perasaan (affection felling), dan tindakan, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME) baik untuk diri sendiri, masyarakat dan bangsanya (Afandi, 2011). Pendidikan karakter sangat berpengaruh terhadap kepribadian siswa, dimana siswa yang memiliki karakter baik akan menunjukan sikap yang disiplin, beretika dan moral, mandiri, bersikap positif terhadap pelajaran, dan mampu menjaga emosinya. Pendidikan karakter dan kepribadian dapat membantu siswa agar memiliki perilaku positif dan menjadikan mereka individu yang bermanfaat bagi masyarakat.

Pembentukan karakter pada setiap peserta didik merupakan tujuan dari pendidikan nasional, sesuai dengan Pasal 1 Undang-undang Sidiknas tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia (Afandi, 2011). Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan budi pekerti yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), sikap perasaan (affection felling), dan tindakan.

Dasar-dasar pendidikan karakter sebaiknya mulai diterapkan dari usia kanak-kanak karena pada usia ini sangat menentukan kemapuan anak dalam mengembangkan potensi dalam diri yang dimilikinya. Maka dari itu, sudah sepatutnya pengembangan karakter anak dimulai dari keluarga dan sekolah. Menurut Menteri Pendidikan Indonesia Muhammad Nur, proses perkembangan dan pembentukan karakter seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor lingkungan (nurture) dan faktor bawaan (nature). Berkarakter menurut teori pendidikan apabila seseorang memiliki potensi kognitif, afektif, dan psikomotor yang teraktualisasi dalam kehidupannya. Menurut teori sosial, seseorang yang berkarakter mempunyai logika dan rasa dalam menjalin hubungan intrapersonal, dan hubungan interpersonal dalam kehidupan bermasyarakat. (Afandi, 2011).

Dengan demikian, pendidikan tidak hanya berkaitan dengan pemberian pengetahuan, tetapi juga menekankan pengembangan nilai-nilai, etika, kepribadian, dan keterampilan sosial siswa untuk membentuk individu yang berkontribusi positif dalam masyarakat.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *