Oleh : Ida Bagus Anggeadi
Sebagaimana diketahui bahwa Etika Profesi adalah prinsip-prinsip yang berlaku pada bidang tertentu, sehingga Etika Profesi mempunyai prinsip-prinsip moral yang berlaku bagi semua profesi, yaitu:
Pertama adalah tanggung jawab. Semua pengemban profesi dituntut untuk menunjukan tanggung jawab moral dalam pekerjaannya. Menurut Martin Fischeer dan Mark Ravizza tanggung jawab menyangkut dua hal, yakni pelaksanaan tugas dan konsekuensinya. Integritas, hal ini diperlihatkan dengan sikap jujur dan komitmen untuk menjalankan etika profesi dalam setiap pelaksana tugas; Objektivitas, segala penilaian atas tindakan atau keputusan harus didasari oleh data dan fakta; Kompetensi, hal ini diperlihatkan dengan kemampuan dan ketrampilan dalam melaksanakan pekerjaan; Konfedensialitas tercermin dalam keteguhan menjaga rahasia profesi.
Kedua adalah keadilan, prinsip ini menekankan kepada jaminan hak semua pihak yang harus diberikan oleh seorang profesional. Jadinya adanya prinsip win-win solution, dalam arti bahwa sesama profesional harus tetap berkiprah di bidangnya masing-masing tidak boleh mengambil pekerjaan profesional lainnya.
Ketiga adalah otonomi, disini dimaksudkan bahwa seorang profesional harus mempunyai kebebasan dalam hal bertindak, terutama dalam hal otonomi moral. Memang disatu sisi dia harus bertindak sesuai kode etik profesi dan lembaga dimana dia bertugas, tetapi dilain pihak dia juga sebagai pribadi yang bebas.
Keempat adalah kepercayaan. Menurut Francis Fukuyama kepercayaan adalah modal sosial yang sangat penting dalam dalam sebuah profesi, dimana dalam relasi dengan orang lain, kepercayaan merupakan nilai sosial yang penting.
Jadi dapat disimpulkan bahwa apabila karyawan organisasi publik dalam kegiatan sehari-harinya benar-benar memahami, menghayati dan melaksanakan keempat kualitas etis serta prinsip-prinsip moral dalam setiap amanah yang diembannya dalam melayani kepentingan publik, diharapkan akan terus meningkatkan kompetensinya dengan ide-ide kreatif dalam melayani masyarakat dalam situasi dan kondisi apapun.
Pendidikan sejak awal baik dari rumah maupun institusi pendidikan akan sangat membantu terbentuknya budaya integritas, para karyawan baru juga harus dibiasakan dan diwajibkan untuk mengenal budaya integritas sejak dini untuk lingkup skala kecil, skala menengah sampai dengan skala besar. Sehingga budaya tersebut terus akan dibawa sampai suatu saat karyawan tersebut akan menempati suatu posisi penting dalam instansi atau perusahaan dapat menjadi role model bagi perusahaan atau instansinya secara umum, dan bagi bawahannya secara khusus. Pada akhirnya budaya integritas ini akan menjadikan lingkungan kerja menjadi kondusif, transparan dan kompetitif sehingga good governance seperti diharapkan dapat terwujud. Budaya Intergitas ini tentu tidak akan sempurna apabila tanpa dibarengi dengan peningkatan tiga etis kualitas lainnya, yaitu budaya obyektivitas, budaya kompetensi dan budaya konfidensialitas.
Keempat budaya etis kualitas ini saling mendukung dan melengkapi, budaya obyektivitas akan berjalan sempurna apabila budaya integritas sudah dijalankan dengan sempurna, demikian juga budaya konfidensialitas akan dapat tercipta apabila budaya intergritas dan obyektivitas sudah berjalan, budaya kompetensi akan sangat berpengaruh apabila benar-benar budaya intergritas, budaya obyektivitas dan budaya konfidensialitas juga dilaksanakan dengan baik. Adapun kunci utamanya adalah budaya intergritas, mengapa? Karena budaya integritas ini besar penekanannya kepada masalah moral yang berhubungan dengan hati nurani seseorang, walaupun ketiga budaya yang lainnya dapat dijalankan dengan baik dan sempurna, sehingga menjadikan seorang karyawan yang kompeten melebihi kompetensi rekan-rekan lainnya, dan menghasilkan nilai tambah bagi instansi atau perusahaan di mana pegawai tersebut berkarya, hal ini akan hancur seketika saat pegawai tersebut lemah dalam mempertahankan budaya integritasnya.
Saat ini pemerintah dan masyarakat di hadapkan pada tuntutan dalam menghadapi covid-19 dan bertindak responsif demi mengatasi dampak-dampak yang lebih fatal terhadap sektor bisnis. Penerapan WFH (Work From Home) bagi pekerja dan karyawan baik pemerintahan maupun swasta dan juga PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), menyebabkan dampak yang tidak baik bagi industri maupun lembaga pemerintahan sebagai pelayan publik. Ketidaksiapan dalam menghadapai pandemi seperti sekarang ini menyebabkan karyawan publik harus memutar otaknya untuk dapat melayani publik secara professional dan memegang teguh prinsip etika profesinya. Karyawan publik tidak dapat melayani masyarakat seperti dahulu sebelum masa pandemi di mana semua bentuk pelayanan dengan system manual. Tetapi saat kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19 semua bentuk pelayanan publik diharapkan mulai berubah menjadi system serba digital.Hal tersebut menuntut semua karyawan publik untuk berpikir bagaimana menerapkan semua pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk digital.
Ketidaksiapan karyawan publik membuat bentuk pelayanan digital kepada masyarakat di awal pandemi mengalami kekacauan. Kekacauan itu timbul entah dari kurangnya pengetahuan akan IT oleh karyawan publik, atau kurangnya pemahaman penggunaan sistem digital oleh masyarakat. Hal tersebut juga membuat penilaian masyarakat kepada karyawan publik menjadi buruk. Masyarakat merasa tidak puas dengan pelayanan melalui digital yang di berikan karyawan publik. Ini menjadi suatu permasalahan yang besar pada pelayanan publik dimasa pandemi. Akan tetapi dengan memegang teguh prinsip-prinsip etika bisnis dan profesi, diharapkan semua permasalahan dalam pelayanan digital dapat di atasi.
Fokus utama pelayanan publik menurut Donni Juni Priansa dalam bukunya Manajemen Pelayanan Prima. “Pelayanan publik yang baik diukur dari pencapaian kepuasan yang dirasakan oleh publik yang dilayani”. Menurut beliau, kepuasan publik adalah perasaan senang atau kecewa yang dirasakan oleh publik berdasarkan perbandingan antara kenyataan yang diperoleh dengan harapan yang dimiliki oleh publik tersebut. Jika pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik sesuai dengan harapan yang dimiliki publik maka publik akan cenderung merasakan kepuasan, begitupun juga sebaliknya.
Dalam pelayanan publik unsur kompetensi atau kecakapan, obyektvitas, dan konfidensialitas sangat diperlukan, sebagai dasar untuk melayani publik secara profesional sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal bagi masyarakat. Dengan memegang teguh prinsip-prinsip etika profesi bagi pelayan publik seharusnya dalam menghadapai masalah pelayanan digital, para karyawan publik terus-menerus mensosialisasikan bentuk-bentuk pelayanan digital kepada masyarakat. Hal tersebut dapat membantu masyarakat untuk memahami bagaimana bentuk dari program layanan digital.Selain itu bentuk dukungan dari pemerintah yang juga merupakan karyawan publik juga harus dapat membuat kebijakan-kebijakan yang dapat membantu menyukseskan pelayanan publik berbasis digital.
Setelah membahas masalah di atas, maka jelas sekali peranan etika profesi sangatlah penting dan berpengaruh terhadap pelayanan publik. Karena dalam pelayanan publik harus memberikan hasil yang maksimal kepada masyarakat, maka diperlukan adanya etika profesi, dimana etika ini selalu berhubungan dengan masalah integritas, objektivitas, kompetensi dan konfidensialitas.