Oleh: Gede Yoka Valendra, Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Pendidikan Ganesha
Istilah ORMAWA (Organisasi Mahasiswa) pastinya sudah tidak asing bagi para mahasiswa di seluruh Indonesia. ORMAWA adalah portal mahasiswa untuk berkontribusi kepada sosial, menjadi pemimpin, terutama berdemokrasi (Nastiti, 2023). Demokrasi sendiri sangat kental ikatannya dengan HAM (Hak Asasi Manusia) (Boyle dan Sherif, 2024). Sehingga muncul sebuah pertanyaan, apakah mahasiswa yang bergulat dalam ORMAWA sudah paham tentang HAM dalam proses berdemokrasi?
Hak Asasi Manusia memiliki berbagai jenis, secara resmi terdapat 30 jenis HAM yang dijunjung oleh PBB. Beberapa jenis dari HAM adalah hak tanpa diskriminasi, dan hak berkebangsaan. Ketiga jenis HAM tersebut merupakan beberapa HAM yang paling erat dengan dinamika proses demokrasi dalam ORMAWA. Demokrasi adalah konsep dalam sebuah kelompok yang memusatkan kekuasaan kepada rakyat, sehingga yang mengatur keputusan adalah rakyat itu sendiri (Yuniarto, 2020). Sehingga sangat penting bagi mahasiswa untuk memahami HAM, terutama dalam proses berdemokrasi (Astutik dan Pujianto, 2024).
Hak tanpa diskriminasi, artinya sebagai mahasiswa yang tergabung dalam ORMAWA, tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap mahasiswa lain secara spesifik atau terkategori ketika melaksanakan proses demokrasi (Farida, 2022). Contohnya adalah melarang wanita untuk berpartisipasi aktif sebagai calon ketua atau wakil ketua ORMAWA yang baru. Selain tercantum sebagai pelanggaran hak tanpa diskriminasi, hal tersebut kian merupakaan pelanggaran terhadap hak untuk berdemokrasi.
Selain itu, terdapat pula hak berkebangsaan. Bergabung dengan ORMAWA dalam perguruan tinggi juga membawa rasa berkebangsaan yang tinggi. Sebab umumnya ORMAWA dalam payung perguruan tinggi mengandung banyak fokus untuk kontribusi dalam masyarakat, baik di dalam kampus ataupun di luar kampus (Setiadi, 2020). Rasa berkebangsaan ini seringkali dibalut dalam beberapa program kerja ORMAWA dalam satu periode, seperti program bantuan sosial berupa pendidikan gratis, sembako, tenaga bantuan untuk musibah, dan sebagainya (Gusdevi, Supriyadi dan Rivai, 2022). Berdasarkan hak berkebangsaan, mahasiswa yang tergabung dalam ORMAWA juga diharapkan untuk memiliki jiwa berkebangsaan serta berempati yang mengerti tentang pentingnya HAM.
Meski terdapat berbagai hal baik yang tersirat dan tersurat, jalannya proses demokrasi dalam ORMAWA terkadang tidak berjalan sesuai asas HAM. Pengaruh dari egokrasi/akukrasi, yakni kekuasaan akan diri sendiri, sering membawa pilihan yang hanya menguntungkan kaum atau diri sendiri dibandingkan mementingkan kebersamaan (Syauqii et al., 2024). Contoh kasus dari pelanggran demokrasi dalam proses berogranisasi di ORMAWA adalah subjektivitas ketika anggota ORMAWA diminta untuk memilih sebuah tema kegiatan program kerja selanjutnya. Apabila anggota yang merekomendasikan tema tersebut populer atau digemari oleh banyak orang, maka orang tersebut lah yang berkemungkinan besar untuk menang. Tentu saja hal tersebut termasuk pelanggaran hak tanpa diskriminasi yang mengganggu berjalannya demokrasi.
Adapun permasalahan lainnya yang menjadi faktor akan mahasiswa mengabaikan pentingnya HAM, beberapa alasan diantaranya adalah lingkup sosial mahasiswa yang masih tidak peduli tentang pentingnya HAM dan menormalisasikan pelanggaran HAM seperti diskriminasi gender (Dasyah dan Desiandri, 2023). Kurangnya pembahasan urgensi HAM pada kalangan masyarakat sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah atas juga akan berdampak pada perilaku mahasiswa yang akan berorganisasi. Dikarenakan sosialisasi atau pembelajaran tentang HAM jauh dari kehidupan sekolah mereka sebelumnya, mahasiswa yang menjadi pelaku bahkan korban seringkali tidak sadar bahwa hal tersebut melanggar HAM.
Sikap tak acuh terhadap HAM yang dipelahara oleh masyarakat kian berdampak pada mahasiswa yang berorganisasi mengakibatkan penderitaan berupa ketidakadilan dan diskriminasi dalam lingkup kampus, terutama ORMAWA. Anggota ORMAWA yang semestinya menjadi pelopor dan inspirasi untuk mahasiswa lain, justru pandangannya kabur terhadap urgensi HAM. Kasus berupa perundungan dan diskriminasi malah mendominasi dalam ajang berdemokrasi. Anggota ORMAWA yang menjadi korban dari aksi ini, sebagian hanya bisa bersaksi karena tenggelam juga dalam kekaburan pentingnya HAM.
Kejanggalan seperti ini tidak akan hanya berdampak pada internal ORMAWA saja, melainkan memiliki dampak yang lebih besar. Ketidakadilan yang dibiarkan secara pasti akan melahap nama ORMAWA itu sendiri dan membawa dampak eksternal kepada lingkup mahasiswa di univeritas, bahkan masyarakat umum. Rasa kebersamaan antar mahasiswa bekemungkinan untuk berkurang dan membuat suasana kampus menjadi tidak sehat. Pada masyarakat, apabila sifat ini dibawa oleh mahasiswa ketika kelak menjadi pekerja dan pemimpin, maka praktek diskriminasi dan ketidakadilan akan terus berlanjut.
Dikarenakan isu-isu seperti itu, maka pemahaman HAM oleh mahasiswa yang bergulat dalam ORMAWA sangatlah penting. Meskipun subjektivitas yang terbangun tersebut berasal dari proses sosial antar anggota (Urfan, Wibawa dan Karim, 2024), namun jalannya demokrasi harus tetap objektif guna mempertahankan integritas ORMAWA. Maka dari itu, selain menjalankan program kerja di luar kampus yang berlandaskan rasa berkebangsaan, ORMAWA dibawah payung universitas pula harus menerapkan program kerja pelatihan kepemimpinan yang mengajarkan pentingnya HAM dalam berdemokrasi.
Pemerintah memiliki perhatian khusus terhadap mahasiswa yang nantinya akan terjun langsung ke masyarakat melalui program LKMM (Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa). Program LKMM dirancang untuk mengasah heksagon kegiatan mahasiswa, yakni 1) pengembangan penalaran dan kreativitas; 2) Pengembangan kesejahteraan dan kewirausahaan; 3) Pengembangan minat, bakat dan organisasi kemahasiswaan; 4) Pengembangan Pusat karir dan Penyelarasan dengan dunia kerja; 5) Pengembangan spiritual dan wawasan kebangsaan; dan 6) Pengembangan wawasan global (internasionalisasi) (Balan et al., 2024). Meski terdapat pengembangan spiritual dan wawasan kebangsaan yang mampu membantu mahasiswa untuk belajar tentang pentingnya HAM, namun belum ada pembelajaran terkhusus yang mengutamakan HAM sebagai materinya. Selain itu, program LKMM tidak diikuti oleh seluruh mahasiswa dan hanya perwakilan saja.
Kita membutuhkan sebuah program untuk menyadarkan mahasiswa, terutama yang bergabung dalam ORMAWA tentang pentingnya HAM dan dampaknya terhadap proses demokrasi di univeristas atau organisasi. Sehingga anggota ORMAWA yang bisa menjadi teladan mampu menyebarluaskan pemahamannya tentang HAM dan pentingnya untuk kelancaran, kejujuran, serta transparansi demokrasi. Harapan lebih dalamnya adalah, pemerintah atau universitas secara mandiri mampu menyelenggarakan pembelajaran HAM yang mendalam beserta prakteknya kepada seluruh mahasiswa. Hal ini bisa diaplikasikan melalui kurikuler, kokurikuler, dan ekstrakulikuler. Dukungan dari segala pihak tentang pentingnya HAM dalam segala bidang terutama demokrasi akan menciptakan masyarakat yang lebih cerdas, simpatik, dan objektif.
Referensi
Astutik, A.A. dan Pujianto, W.E. (2024) “Peran Organisasi Mahasiswa Dalam Pembentukan Sikap Demokratis (Studi Kasus pada Organisasi HIMAMASDA),” Journal of Science and Education Research, 3(1), hal. 18–24. Tersedia pada: https://doi.org/10.62759/jser.v3i1.61.
Balan, J.M. et al. (2024) “Enhance Knowing Thyself and Self-Development Based on Personality Types Through LKMM Implementation,” 5636(2), hal. 362–372.
Boyle, K. dan Sherif, A.O. (2024) Human Rights and Democracy: The Role of The Supreme Constitutional Court of Egypt. 3 ed. Boston.
Dasyah, F. dan Desiandri, Y.S. (2023) “Kampanye Hitam Dalam Pemilu Sebagai Pelanggaran Hak Asasi Manusia Ringan Yang Berdampak Buruk Dan Berefek Domino,” Iuris Studia: Jurnal Kajian …, 4(3), hal. 136–144. Tersedia pada: http://www.jurnal.bundamediagrup.co.id/index.php/iuris/article/view/409.
Farida, E. (2022) “Kewajiban Negara Indonesia Terhadap Pemenuhan Hak Kebebasan Berpendapat Dan Berekspresi,” Qistie, 14(2), hal. 39. Tersedia pada: https://doi.org/10.31942/jqi.v14i2.5590.
Gusdevi, H., Supriyadi, E. dan Rivai, A. (2022) “PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK-ANAK PANTI,” 2(1), hal. 24–27.
Nastiti, D. (2023) “Peran Organisasi Mahasiswa Dalam Pembentukan Sikap Demokratis,” Prima Magistra: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 4(1), hal. 64–76. Tersedia pada: https://doi.org/10.37478/jpm.v4i1.2433.
Setiadi, M. (2020) Peran Organisasi IKAT (Ikatan Alumni Timur Tengah) Aceh dalam Bidang Sosial, Pendidikan, dan Keagamaan Aceh, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Sosiologi Agama. Universitas Islam Negeri Al-Ranirry. Tersedia pada: https://talenta.usu.ac.id/politeia/article/view/3955.
Syauqii, Z.A. et al. (2024) “Membangun Mahasiswa yang Memiliki Jiwa Demokratis dan Berpikir Kritis,” IJEDR: Indonesian Journal of Education and Development Research, 2(1), hal. 219–224. Tersedia pada: https://doi.org/10.57235/ijedr.v2i1.1725.
Urfan, N.F., Wibawa, A. dan Karim, A.M. (2024) “Paradigma Dasar Dalam Kajian Ilmu Sosial,” (1).
Yuniarto, B. (2020) “Membangun Kesadaran Demokrasi Melalui Pendekatan Kontekstual Pada Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan,” Edueksos : Jurnal Pendidikan Sosial & Ekonomi, 9(1), hal. 56–72. Tersedia pada: https://doi.org/10.24235/edueksos.v9i1.6388.