Oleh : Pande Komang Primandani, Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Pendidikan Ganesha
Pendidikan inklusi adalah pendekatan yang mendorong keterbukaan dan kesetaraan dalam memberikan hak belajar bagi semua siswa, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). Di Indonesia, yang kaya dengan kearifan lokal, pendidikan inklusi dapat dikuatkan dengan mengadaptasi nilai-nilai budaya seperti Tri Hita Karana. Dalam budaya Bali, Tri Hita Karana mencakup tiga hubungan utama: dengan Tuhan, alam, dan sesama manusia. Salah satu aspek pentingnya yaitu Pawongan yang berarti hubungan harmonis antar-manusia memberikan landasan penting dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan ramah bagi ABK. Pendidikan inklusi bukan sekadar soal menerima ABK di sekolah; ia menuntut tenaga pendidik untuk menciptakan lingkungan di mana mereka diterima dan dihargai sepenuhnya. Di sinilah konsep Pawongan sangat relevan. Hubungan harmonis antar-manusia berarti kita saling memahami, menghargai, dan mendukung. Guru yang memahami nilai Pawongan akan lebih siap menerima ABK sebagai bagian dari kelas dan menciptakan atmosfer belajar yang mendukung. Namun, mewujudkan pendidikan inklusi tidak tanpa tantangan. Banyak tenaga pendidik yang masih merasa kurang paham mengenai karakteristik ABK atau cara terbaik mengakomodasi kebutuhan mereka. Hal ini disebabkan kurangnya pelatihan dan minimnya sumber daya di banyak sekolah. Akibatnya, banyak guru yang merasa sulit untuk menerapkan pendekatan inklusif secara konsisten. Tantangan lain adalah kurangnya fasilitas dan kurikulum khusus yang memadai. Banyak sekolah yang belum memiliki ruang atau peralatan yang ramah bagi ABK, sehingga membuat proses belajar mengajar kurang optimal.
Di tengah tantangan ini, pemahaman yang lebih baik tentang pendidikan inklusi dapat membantu tenaga pendidik menyadari pentingnya peran mereka. Ketika seorang guru memahami pendidikan inklusi dalam kerangka Pawongan, mereka tidak hanya melihat ABK sebagai individu dengan keterbatasan, tetapi sebagai bagian yang berharga dari komunitas sekolah. Pengakuan ini penting dalam membangun budaya yang menghargai keberagaman. Meningkatkan pemahaman inklusi juga dapat dilakukan melalui pelatihan khusus. Guru-guru perlu dibekali dengan keterampilan yang memungkinkan mereka untuk lebih peka dan fleksibel dalam menghadapi beragam kebutuhan siswa. Pelatihan inklusi dapat mencakup strategi mengelola kelas yang memungkinkan siswa berkebutuhan khusus berpartisipasi dengan nyaman, atau teknik komunikasi yang lebih terbuka. Dengan pelatihan ini, guru akan lebih percaya diri dan siap menerapkan nilai inklusivitas yang sejati dalam praktik pengajaran. Selain itu, sekolah juga dapat menjalin kerja sama dengan pakar dan komunitas lokal untuk memperkaya pemahaman tenaga pendidik tentang ABK. Pakar di bidang pendidikan inklusi dapat membantu para guru untuk memahami bagaimana metode-metode tertentu bisa diterapkan dalam kelas. Di sisi lain, komunitas lokal juga berperan penting dalam mendukung pendidikan inklusi yang berakar pada budaya setempat. Keterlibatan komunitas memungkinkan sekolah untuk menjadi ruang inklusi yang didukung oleh lingkungan sekitar, sehingga menciptakan harmoni yang sesuai dengan konsep Tri Hita Karana.
Kesadaran akan pendidikan inklusi bukan hanya meningkatkan profesionalitas tenaga pendidik, tetapi juga membangun masyarakat sekolah yang lebih adil dan inklusif. Ketika setiap siswa, baik yang memiliki kebutuhan khusus maupun tidak, diterima dan dihargai, mereka akan merasa aman dan nyaman di sekolah. Pendidikan inklusi memberikan peluang bagi siswa untuk belajar hidup dalam keberagaman dan mengembangkan rasa empati. Siswa yang berinteraksi dengan ABK belajar bahwa setiap orang memiliki perbedaan, namun mereka juga memiliki potensi yang sama untuk berkontribusi dalam kehidupan bersama. Di sisi lain, pendidikan inklusi juga menguntungkan seluruh komunitas sekolah. Dengan adanya ABK di kelas, siswa lain diajarkan untuk lebih menghargai keberagaman. Mereka belajar melihat bahwa setiap orang memiliki kekuatan dan tantangannya masing-masing, dan bahwa perbedaan bukanlah penghalang untuk belajar dan tumbuh bersama. Dengan demikian, inklusi di sekolah bukan hanya menjadikan ABK merasa dihargai, tetapi juga membentuk generasi yang lebih empatik dan menghargai keberagaman. Penerapan Pawongan dalam pendidikan inklusi menjadikan sekolah sebagai cerminan masyarakat yang lebih inklusif dan harmonis. Guru yang paham tentang Tri Hita Karana dan Pawongan mampu menciptakan ruang kelas yang inklusif, di mana semua siswa, tanpa memandang latar belakang atau keterbatasan, merasa dihargai dan diterima. Pendidikan inklusi yang dipadukan dengan nilai budaya ini tidak hanya memberikan akses pendidikan yang adil, tetapi juga menginspirasi masyarakat untuk lebih menghargai perbedaan.
Kesimpulannya, pendidikan inklusi yang berbasis pada nilai Pawongan dari Tri Hita Karana adalah wujud nyata dari usaha menciptakan masyarakat yang setara. Dengan memahami bahwa setiap anak memiliki hak untuk belajar tanpa diskriminasi, kita menciptakan generasi yang menghargai keberagaman dan keadilan sosial. Tenaga pendidik yang menghayati nilai inklusi dan Pawongan tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga agen perubahan yang mendorong terciptanya masyarakat yang harmonis, adil, dan manusiawi.