Oleh: Ni Putu Dinda Ayuning Sari, S1 Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Ganesha
Indonesia berdiri di persimpangan jalan. Di satu sisi, negara ini memiliki potensi luar biasa untuk menjadi kekuatan ekonomi global, didukung oleh bonus demografi yang melimpah. Namun, di sisi lain, ancaman nyata berupa kesenjangan sosial, kemiskinan, dan rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) mengancam cita-cita tersebut. Pertanyaan kunci yang menentukan masa depan bangsa ini terletak pada sistem pendidikannya: Akankah Indonesia mampu mencetak generasi emas yang inovatif, berdaya saing, dan berkarakter, atau justru melahirkan generasi yang cemas dan terbebani oleh ketidakpastian dan ketidakadilan?
Realita pendidikan Indonesia saat ini jauh dari ideal. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, yang tertuang dalam Statistik Pendidikan 2023, menunjukkan angka putus sekolah yang mengkhawatirkan. Meskipun angka putus sekolah di tingkat Sekolah Dasar (SD) relatif rendah (0,11%), angka tersebut meningkat signifikan di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) (0,98%) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) (1,03%). Tren ini menunjukkan kompleksitas masalah yang semakin memburuk seiring bertambahnya usia siswa. Hal ini mencerminkan adanya faktor-faktor yang semakin menghambat keberlanjutan pendidikan anak-anak Indonesia.
Lebih jauh lagi, perbedaan akses pendidikan yang signifikan antara wilayah urban dan rural menjadi kendala utama. Studi UNESCO tahun 2020 mengungkap realitas yang memprihatinkan ini. Wilayah-wilayah terisolir umumnya kekurangan sarana pendidikan yang memadai, guru yang kompeten dan berpengalaman, serta dukungan finansial yang cukup. Situasi ini mengakibatkan disparitas yang besar dalam akses pendidikan berkualitas, menciptakan lingkaran setan kemiskinan dan ketertinggalan yang sulit diatasi. Ini bukan hanya masalah Indonesia, tetapi juga tantangan global yang signifikan, khususnya di negara berkembang.
Kurangnya relevansi kurikulum dengan tuntutan dunia kerja semakin memperparah permasalahan. Banyak lulusan pendidikan formal yang kesulitan memasuki pasar kerja karena kurangnya keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan. Meskipun Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah meluncurkan program Kurikulum Merdeka Belajar melalui Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024, implementasinya masih membutuhkan waktu dan upaya yang signifikan untuk mencapai dampak yang luas dan merata. Kurikulum yang relevan harus mampu menghasilkan lulusan yang tidak hanya memiliki pengetahuan teoritis, tetapi juga memiliki keterampilan praktis dan kemampuan memecahkan masalah yang dibutuhkan oleh dunia kerja modern.
Selain tantangan tersebut, data WHO menunjukkan adanya masalah kesehatan mental yang signifikan, di mana satu dari tujuh anak usia 10-19 tahun mengalami gangguan mental. Tekanan akademik yang tinggi, kesenjangan sosial yang lebar, dan ketidakpastian masa depan menjadi faktor utama yang memicu kecemasan dan masalah kesehatan mental di kalangan pelajar. Kondisi ini memerlukan perhatian serius, karena kesehatan mental yang baik merupakan fondasi penting bagi perkembangan individu yang optimal.
Teknologi digital, yang diharapkan dapat menjadi pemecah masalah, malah memiliki dampak positif dan negatif yang sama besarnya. Akan tetapi, kesenjangan akses teknologi informasi antara kota dan desa, sebagaimana diteliti Budiarti (2021), memperburuk ketidakmerataan kesempatan. Kurangnya akses internet dan keterampilan digital di daerah terpencil menghambat potensi teknologi untuk pemerataan pendidikan. Selain itu, kurangnya pelatihan bagi para pendidik dalam pemanfaatan teknologi juga menjadi kendala besar. Pemerintah perlu memastikan akses internet yang merata dan menyediakan pelatihan yang memadai bagi para guru dalam memanfaatkan teknologi untuk pembelajaran.
Untuk mengatasi tantangan ini dan mewujudkan cita-cita generasi emas, Indonesia membutuhkan pendekatan holistik yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa harus menjadi landasan moral dan spiritual dalam pendidikan, membentuk generasi yang berakhlak mulia dan bertanggung jawab. Prinsip keadilan dan peradaban menuntut pemerataan akses pendidikan, termasuk di daerah terpencil dan keluarga miskin, melalui perbaikan infrastruktur, penambahan guru berkualitas, dan program beasiswa yang terpadu dan berkelanjutan. Persatuan Indonesia diwujudkan melalui kurikulum yang menumbuhkan rasa cinta tanah air dan kebanggaan nasional. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan mendorong partisipasi semua pihak—guru, orang tua, siswa, masyarakat, dan pemerintah—dalam pengambilan keputusan pendidikan, menghasilkan kebijakan yang lebih efektif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia terwujud melalui pendidikan yang merata, terjangkau, dan inklusif, yang mengatasi kesenjangan digital dan menciptakan lingkungan belajar yang nyaman bagi semua. Data BPS tahun 2023 dan laporan UNESCO tahun 2020 semakin menggarisbawahi urgensi implementasi nilai-nilai Pancasila ini.
Implementasi kebijakan yang komprehensif dan berkelanjutan sangatlah penting. Program bantuan keuangan dan beasiswa yang terintegrasi, transparan, dan berbasis data, serta melibatkan kerja sama dengan lembaga filantropi dan swasta, sangat penting. Investasi besar-besaran dalam infrastruktur pendidikan di daerah terpencil, termasuk akses internet berkecepatan tinggi dan pelatihan bagi guru, juga sangat dibutuhkan. Perubahan kurikulum yang menekankan keterampilan abad ke-21, integrasi teknologi digital, dan inklusivitas sangat penting untuk mempersiapkan siswa menghadapi masa depan. Pentingnya pendidikan karakter dan kesehatan mental, yang diintegrasikan dalam kurikulum dan pelatihan guru, untuk membentuk generasi yang kuat dan tahan banting. Penggunaan teknologi digital yang bertanggung jawab, melalui pengembangan platform pembelajaran daring berkualitas dan pelatihan guru, akan meningkatkan akses pendidikan. Keberhasilan kebijakan ini tergantung pada koordinasi antar instansi, keterlibatan masyarakat, dan pengawasan yang ketat untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana dan program.
Hanya dengan langkah-langkah terintegrasi dan berkelanjutan ini, Indonesia dapat membangun sistem pendidikan yang adil dan berkualitas, menciptakan generasi emas yang siap menghadapi tantangan masa depan. Dampak positifnya antara lain peningkatan kualitas sumber daya manusia, pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, penguatan persatuan nasional, dan generasi yang lebih bertanggung jawab dan tangguh. Harapannya, terwujudnya pemerataan akses pendidikan, sistem pendidikan yang adaptif dan responsif terhadap perubahan zaman, kolaborasi yang kuat antara pemerintah, lembaga pendidikan, masyarakat, dan sektor swasta, sistem monitoring dan evaluasi yang efektif dan transparan, dan, yang terpenting, terwujudnya generasi emas Indonesia yang berkarakter, kompeten, dan berdaya saing global, yang akan membawa Indonesia menuju kemajuan dan kesejahteraan berkelanjutan.