Oleh : Yas’a, Yuni Mei Yudistira, Yusuf Hidayat, Program Studi S1 Akuntansi, Fakuktas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pamulang
A. Definisi Pengawasan dalam Good Corporate Governance (GCG)
Pengawasan dalam GCG adalah proses pemantauan dan pengendalian terhadap seluruh kegiatan perusahaan untuk memastikan bahwa manajemen menjalankan tugasnya secara etis, transparan, dan sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Tujuan utamanya adalah untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan berbagai pihak, termasuk pemegang saham, manajemen, karyawan, pelanggan, dan masyarakat luas.
Pengawasan ini dilakukan oleh berbagai organ perusahaan, seperti:
· Dewan Komisaris
· Komite Audit
· Pemegang Saham
· Unit Audit Internal
· Regulator eksternal seperti OJK dan auditor independen
B. Tujuan Pengawasan dalam GCG
Tujuan utama pengawasan dalam Good Corporate Governance (GCG) adalah memastikan bahwa seluruh aktivitas dan keputusan perusahaan dilakukan secara etis, transparan, dan bertanggung jawab. Pengawasan berperan dalam mendorong keterbukaan informasi kepada pemangku kepentingan (transparansi), memperkuat akuntabilitas setiap pihak dalam organisasi, serta mencegah terjadinya penyimpangan seperti pelanggaran etika, manipulasi laporan keuangan, dan konflik kepentingan. Selain itu, pengawasan melindungi kepentingan stakeholder, baik internal seperti karyawan dan manajemen, maupun eksternal seperti investor, pelanggan, dan masyarakat. Dengan pengawasan yang efektif, perusahaan dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, mengelola risiko secara lebih baik, serta mendorong kinerja dan keberlanjutan jangka panjang. Oleh karena itu, pengawasan merupakan pilar penting dalam menciptakan tata kelola perusahaan yang sehat, transparan, dan berdaya saing.
C. Efektivitas Pengawasan dalam Implementasi GCG di Danantara
Efektivitas pengawasan dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG) di Danantara bergantung pada beberapa faktor penting. Struktur organisasi yang jelas memungkinkan pemisahan fungsi antara Direksi dan Dewan Komisaris sehingga pengawasan dapat berjalan secara independen. Keberadaan komite audit dan unit audit internal juga membantu memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan prinsip syariah. Selain itu, penggunaan teknologi pengawasan berbasis digital mempermudah pemantauan aktivitas perusahaan secara real-time. Budaya kerja yang menjunjung etika serta ketersediaan informasi yang terbuka bagi investor dan regulator turut memperkuat pengawasan di lingkungan perusahaan.
D. Tantangan Pengawasan dalam Implementasi GCG di Danantara
Dalam praktiknya, Danantara masih menghadapi beberapa tantangan dalam pengawasan. Kurangnya independensi dewan pengawas menimbulkan potensi konflik kepentingan. Di sisi lain, keterbatasan SDM yang kompeten di bidang audit dan manajemen risiko digital menghambat efektivitas pengawasan. Selain itu, sistem pengawasan belum sepenuhnya mampu mengikuti perkembangan teknologi fintech. Transparansi internal yang belum optimal serta tekanan dari investor juga menjadi hambatan dalam menjaga prinsip-prinsip GCG secara konsisten.
a. Contoh pengawasan yang efektif
Pada tahun 2023, Danantara menghadapi kemungkinan konflik kepentingan sehubungan dengan pengadaan teknologi karena hubungan vendor dengan anggota direksi. Kasus ini selanjutnya mengarah pada risiko keberpihakan dalam pengambilan keputusan, kemungkinan manipulasi, dan kerugian finansial. Komite audit bersama dewan komisaris segera bertindak cepat dengan melaksanakan audit investigatif internal, meninjau seluruh proses pemilihan vendor, serta meminta laporan keterbukaan afiliasi dari pihak-pihak yang berkepentingan. Komite audit juga menyarankan supaya vendor itu didiskualifikasi akibat potensi konflik kepentingan. Rekomendasi tersebut diikuti oleh manajemen, dan proses pemilihan vendor dilakukan kembali dengan transparan, yang pada gilirannya memperkuat kepercayaan pemegang saham serta menghindari risiko hukum.
b. Contoh pengawasan yang tidak efektif
Pada tahun 2021, PT Danantara melakukan penambahan ke sektor energi baru dan terbarukan melalui salah satu divisi bisnisnya. Unit ini mengusulkan untuk berinvestasi dalam proyek pembangkit listrik solar di wilayah Indonesia Timur dengan total nilai proyek mencapai Rp150 miliar. Proyek ini diterima dan dilaksanakan tanpa mendapatkan persetujuan resmi dari dewan komisaris, serta tanpa analisis kelayakan yang komprehensif, yang mencakup penilaian risiko teknis, keuangan, dan hukum. Direksi menyatakan bahwa proyek tersebut termasuk dalam kegiatan operasional rutin dan tidak perlu mendapatkan persetujuan dari dewan. Namun, setelah proyek berlangsung selama 6 bulan, terdapat berbagai masalah seperti isu legalitas tanah yang belum tuntas, keterlambatan pengiriman peralatan karena kurangnya due diligence terhadap penyedia, serta proyeksi ROI yang tidak akurat akibat kesalahan asumsi pasar. Akibat dari pengawasan yang kurang efektif itu mengakibatkan kerugian finansial lebih dari 50 miliar, menurunnya kepercayaan investor dan pemegang saham, serta menunjukkan lemahnya penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang secara keseluruhan merugikan reputasi perusahaan dan menghalangi upaya pertumbuhan jangka panjang.
E. Analisis dan rekomendasi untuk meningkatkan efektivitas pengawasan GCG di Indonesia
1. Analisisis Perbandingan
Kedua studi kasus di atas dengan jelas menggambarkan perbedaan antara pengawasan GCG yang efektif dan tidak efektif. Pada kasus pertama, respons yang cepat dan komprehensif terhadap potensi konflik kepentingan berhasil mencegah kerugian dan memperkuat kepercayaan stakeholder. Sebaliknya, pada kasus kedua, kelalaian dalam pengawasan, kurangnya persetujuan yang tepat, dan analisis kelayakan yang tidak memadai mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan dan kerusakan reputasi.
2. Rekomendasi untuk Meningkatkan Efektivitas Pengawasan GCG di Indonesia
Berdasarkan studi kasus dan analisis di atas, berikut adalah beberapa rekomendasi yang bisa di pertimbangkan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan GCG di Indonesia :
– Pertama perkuat peran Dewan Komisaris dan Komite Audit,
Sebagai Dewan komisaris harus memiliki independensi yang kuat dan sumber daya yang memadai untuk menjalankan fungsi pengawasan. Komite audit juga harus memiliki keahlian yang relevan dan akses langsung ke informasi yang dibutuhkan.
– Kedua Tingkatkan Transparansi dan Akuntabilitas.
Krusial sekali apabila berbicara Transparansi dan Akuntabilitas, perusahaan harus mengungkapkan informasi yang relevan secara transparan dan akurat kepada pemangku kepentingan seperti laporan keuangan atau bahkan laporan non keuangan. Bagi manajemen harus bertanggung jawab atas tindakan mereka dan dapat dimintai pertanggungjawaban.
– Ketiga perkuat Sistem Pengendalian Internal, Perusahaan harus memiliki sistem pengendalian internal yang kuat untuk mencegah dan mendeteksi penyimpangan. Sistem ini harus mencakup kebijakan, prosedur, dan mekanisme pemantauan yang efektif.
– Keempat tingkatkan Kesadaran dan Pemahaman tentang GCG itu sendiri, perusahaan harus meningkatkan kesadaran dan pemahaman GCG di kalangan karyawan, manajemen, dan dewan komisaris. Melalu pelatihan dan edukasi yang berkelanjutan, hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa semua pihak memahami prinsip-prinsip GCG dan bagaimana menerapkannya dalam praktik.
– Kelima penegakan Hukum yang Tegas, pihak pemerintah dan regulator harus menegakkan hukum dan peraturan yang berkaitan dengan GCG secara tegas. Sanksi yang efektif harus diberikan kepada perusahaan yang melanggar prinsip-prinsip GCG.
– Keenam Pemanfaatan Teknologi, Dengan memanfaatkan teknologi seperti data analytics dan artificial intelligence untuk memantau transaksi dan mengidentifikasi potensi risiko secara real-time. Hal ini dapat membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengawasan yang sedang berjalan ataupun yang akan dijalankan.