Oleh: Ni Kadek Diva Ayu Sapitri, Prodi Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Ganesha
Di tengah kemajuan teknologi dan keterbukaan informasi, bangsa Indonesia menghadapi berbagai tantangan moral yang semakin kompleks. Salah satu fenomena yang mulai mengkhawatirkan adalah penyimpangan sosial berupa “Fantasi Sedarah”, yaitu perilaku dan konten yang berhubungan dengan pelecahan dan hubungan seksual dalam lingkup keluarga yang tidak sesuai dengan hukum dan norma. Fenomena ini muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari konsumsi konten digital, diskusi tidak sehat di media sosial, hingga tindakan memperjualbelikan video dan foto keluarga sendiri untuk dikonsumsi publik demi memperoleh keuntungan. Perilaku tersebut sangat berbahaya dan melanggar norma moral serta hukum yang berlaku, terutama karena berpotensi mengeksploitasi dan merugikan korban, termasuk anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa.
Fenomena ini tidak hanya merusak tatanan moral individu, tetapi juga mengancam sendi-sendi kehidupan keluarga dan masyarakat secara luas. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat seharusnya menjadi tempat aman dan penh kasih sayang, bukan menjadi sumber trauma dan penyimpangan seksual. Namun, data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan peningkatan kasus kekerasan seksual dalam keluarga yang dipicu oleh paparan konten menyimpang, yang diperparah oleh akses internet tanpa pengawasan, lemahnya peran keluarga, serta minimnya pendidikan moral.
Dari kejadian ini dapat disimpulkan bahwa penyalahgunaan media sosial dan teknologi digital berpotensi menimbulkan dampak fatal yang tidak hanya merugikan individu tetapi juga orang lain. Jika kondisi ini dibiarkan tanpa penanganan serius, maka nilai-nilai luhur bangsa yang selama ini menjadi fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara akan terkikis secara perlahan. Generasi muda sebagai penerus bangsa akan mengalami kerusakan karakter yang berdampak pada kualitas sumber daya manusia di masa depan. Selain itu, korban daripenyimpangan ini akan menanggung trauma berkepanjangan yang apat mempengaruhi psikologis dan sosial mereka hingga dewasa.
Dalam konteks ini, Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa memiliki peran sentral dalam membangun ketahanan moral masyarakat. Setiap sila dalam Pancasila memuat nilai-nilai yang menjadi dasar etis dan filosofis yang kokoh untuk mencegah serta mengatasi penyimpangan sosial, seperti fantasi sedarah. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, menunjukkan bahwa keimanan dan ketakwaan merupakan dasar moral individu yang berperan sebagai pertahanan utama dalam menghadapi godaan serta penyimpangan moral. Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, menuntut penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia serta penolakan terhadap segala bentuk kekerasan dan penyimpangan yang merugikan sesama. Sila ketiga, Persatuan Indonesia, menghimbau semua lapisan masyarakat untuk bersama-sama menghada ancaman moral yang dapat memecah belah keluarga dan masyarakat. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, mendorong partisipasi aktif masyarakat dan lembaga pendidikan dalam merumuskan solusi bersama, dan sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menjamin perlindungan serta keadilan bagi korban sekaligus memastikan akses pendidikan moral dan kesehatan mental yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat.
Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan kebijakan yang mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pendidikan karakter yang terintegrasi ini diharapkan mampu membentuk generasi muda yang sadar akan pentingnya menjaga moral dan norma sosial, sekaligus mampu menolak segala bentuk penyimpangan. Selain itu, peran keluarga dan komunitas harus diberdayakan melalui edukasi parenting dan melatih komunikasi efektif agar mampu mendeteksi dan mencegah perilaku menyimpang sejak dini. Keluarga sebagai garda terdepan dalam pembentukan karakter anak perlu diberikan bekal pengetahuan dan keterampilan agar dapat menjadi lingkungan yang sehat dan aman bagi tumbuh kembang anak. Maka dari itu, orang tua harus memiliki pengetahuan yang luas sebelum melahirkan dan mengasuh anak, karena orang tua yang berkualitas akan mendidik anaknya dengan baik. Masyarakat juga harus dilibatkan dalam upayah pencegahan melalui kegiatan sosial yang menguatkan nilai-nilai gotong royong dan solidaritas. Pengawasan dan filterasi konten digital juga perlu diperketat melalui kerja sama antara pemerintah, penyedia layanan internet, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya. Kampanye literasi digital harus digencarkan agar masyarakat mampumemilah dan memilih informasi serta konten yang sehat dan bermanfaat. Literasi digital yang baik akan membantu pengguna internet, khususnya anak-anak dan remaja, untuk terhindar dari paparan konten negatif yang dapat merusak moral dan psikologi mereka.
Layanan konseling dan rehabilitasi berbasis Pancsila dan kearifan lokal harus tersedia bagi korban maupun pelaku penyimpangan seksual. Pendekatan yang humanis dan berorientasi pada pemulihan ini penting agar korban dapat pulih secara psikologis dan sosial, sementara pelaku dapat diberikan pembinaan agar tidak mengulaingi perbuatannya. Penegakkan hukum yang tegas dan konsisten juga harus dijalankan untuk melindungi korban dan memberi efek jera bagi pelaku. Ketegasamn dan kekonsistenan penegak hukum dalam mengambil keputusan sangay krusial mengingat seriusnya permasalahan ini. Jika tidak ditangani dengan tepat dan tegas, maka akan semakin banyak korban yang terjerumus ke dalam jurang penyimpangan yang merusak masa depan mereka sebagai penerus bangsa ini.
Dengan penerapan kebijakan tersebut, diharapkan ketahanan moral bangsa dapat terbangun dengan kokoh sehingga laju penyimpangan sosial dapat ditekan secara signifikan. Pendidikan moral yang berkelanjutan, pengawasan keluarga yang efektif, serta penegakan hukum yang adil akan menciptakan masyarakat yang beradab dan berkepribadian Pancasila. Indonesia tidak hanya akan maju secara teknologi dan ekonomi, tetapi juga unggul dalam ketahanan moral dan karakter. Dengan demikian, penyimpangan sosial seperti fantasi sedarah dapat dicegah dan diatasi secara komprehensif demi masa depan bangsa yang bermartabat dan berkeadilan.