Oleh : Marisa Hilmatussa`adah, Universitas Pendidikan Ganesha
Data Asesmen Nasional 2023 menunjukkan bahwa 34% siswa SD di Indonesia belum mencapai kompetensi minimum dalam literasi membaca. Situasi ini bahkan lebih mengkhawatirkan di Buleleng, di mana sebanyak 363 siswa SMP teridentifikasi memiliki kemampuan membaca yang rendah. Rinciannya, 155 siswa tidak bisa membaca sama sekali (TBM), dan 208 siswa lainnya tergolong tidak lancar membaca (TLM). Oleh karena itu kita perlu membangun strategi yang efektif untuk memecahkan masalah yang sedang dihadpi dunia pendidikan saat ini. Adapun cara yang menurut saya efektif adalah sebagai berikut :
1. Mengenali Kesulitan Membaca
Mengenali kesulitan membaca bukan berarti memberi label negatif pada siswa. Justru ini adalah langkah awal dalam memahami kebutuhan mereka. Guru perlu peka terhadap tanda-tanda seperti anak sering membalik huruf saat menulis, lambat membaca lantang, tidak memahami isi bacaan, atau enggan membaca. Observasi yang cermat dan asesmen sederhana bisa menjadi alat deteksi dini yang sangat membantu.
2. Menentukan Strategi
Setelah mengenali permasalahan, strategi pengajaran harus disesuaikan dengan jenis dan tingkat kesulitan membaca yang dialami siswa. Tidak ada pendekatan tunggal yang efektif untuk semua. Untuk siswa dengan disleksia, pendekatan multisensori seperti metode Orton-Gillingham terbukti bermanfaat. Metode ini melibatkan berbagai indra—melihat, mendengar, menyentuh, dan mengucapkan—sehingga membantu anak lebih mudah mengenali dan memahami huruf serta kata.
3. Menangani Kesulitan
Mengatasi kesulitan membaca tidak cukup dengan mengganti metode mengajar. Diperlukan pendekatan menyeluruh yang melibatkan dukungan emosional, lingkungan belajar yang kondusif, serta peran aktif orang tua dan komunitas. Anak yang berulang kali mengalami kegagalan dalam membaca rentan kehilangan motivasi dan rasa percaya diri. Oleh karena itu, penting bagi sekolah untuk menciptakan suasana belajar yang aman, inklusif, dan penuh dukungan.
4. Menata Masa Depan
Kesulitan membaca bukan akhir dari perjalanan seorang anak. Dengan pendekatan yang tepat, guru yang kompeten, dan dukungan lingkungan yang sehat, anak-anak dengan tantangan membaca tetap memiliki kesempatan untuk tumbuh dan meraih prestasi. Kita tidak hanya membentuk kemampuan membaca mereka, tetapi juga sedang membangun masa depan mereka.
Kesimpulan
Tiga kata—mengenal, memilih, mengatasi—bukan sekadar konsep. Ketiganya adalah siklus nyata yang harus terus dijalankan untuk mewujudkan pendidikan yang merata dan bermakna bagi semua. Dengan memahami kesulitan membaca, menentukan strategi yang tepat, menangani kesulitan dengan pendekatan holistik, dan menata masa depan anak lewat literasi, kita dapat membantu siswa mencapai potensi mereka dan menjadi generasi yang lebih baik.