Oleh: Natasya Guzel, S1 Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Ganesha
Korupsi masih menjadi penyakit kronis yang merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Berdasarkan data dari Transparency International, Indonesia masih menempati peringkat buruk dalam indeks persepsi korupsi global, dengan skor 34 dari 100 pada tahun 2023. Praktik korupsi terjadi tidak hanya di kalangan pejabat tinggi, tetapi juga merambah ke sektor pendidikan, pelayanan publik, bahkan di tingkat masyarakat umum. Ini menunjukkan bahwa korupsi sudah mengakar secara kultural, bukan hanya struktural. Sayangnya, upaya penindakan hukum yang selama ini dilakukan belum cukup menimbulkan efek jera. Penjara boleh penuh, tetapi budaya korupsi tetap hidup. Oleh karena itu, solusi yang diperlukan tidak hanya bersifat represif, tetapi juga preventif yakni dengan membangun karakter anti-korupsi sejak usia dini melalui sistem pendidikan yang kuat dan berbasis nilai-nilai Pancasila.
Pendidikan adalah alat perubahan sosial yang paling efektif. Oleh karena itu, jika kita ingin membasmi korupsi dari akarnya, maka sekolah harus menjadi tempat pertama di mana nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan integritas ditanamkan. Saat ini, pembelajaran di sekolah masih lebih banyak berfokus pada pencapaian akademik semata, sementara pendidikan karakter sering kali menjadi pelengkap yang tidak serius ditekuni. Padahal, tanpa karakter yang kuat, ilmu yang tinggi justru berisiko disalahgunakan. Banyak kasus korupsi besar di Indonesia melibatkan individu berpendidikan tinggi, tetapi minim integritas. Ini menjadi alarm keras bahwa pendidikan harus dikembalikan kepada tujuan utamanya: membentuk manusia seutuhnya, bukan sekadar pencetak angka-angka nilai.
Pancasila bukan sekadar simbol ideologis, melainkan pedoman moral yang dapat menjadi dasar transformasi budaya. Kelima silanya dapat menjadi fondasi dalam pendidikan karakter anti-korupsi. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa menanamkan keimanan dan kesadaran spiritual sebagai benteng moral agar individu menjauhi tindakan curang. Nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab mengajarkan pentingnya menghargai hak orang lain dan tidak merampasnya melalui perbuatan koruptif. Persatuan Indonesia menumbuhkan kesadaran bahwa korupsi merusak masa depan bangsa yang seharusnya dibangun bersama. Nilai Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat dalam Permusyawaratan/Perwakilan melatih peserta didik untuk jujur, terbuka, dan adil dalam pengambilan keputusan, baik secara pribadi maupun kolektif. Terakhir, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia memperkuat pemahaman bahwa korupsi menciptakan ketimpangan dan ketidakadilan dalam masyarakat. Dengan menanamkan nilai-nilai ini secara sistematis di sekolah, kita dapat menciptakan generasi baru yang bersih dan berintegritas.
Untuk itu, kebijakan nasional yang diusulkan adalah integrasi pendidikan anti-korupsi berbasis nilai Pancasila dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Langkah-langkah strategis yang dapat diambil meliputi penyusunan modul pembelajaran anti-korupsi yang secara langsung mengaitkan konsep kejujuran dan tanggung jawab dengan sila-sila Pancasila, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga menengah. Selain itu, pelatihan bagi guru perlu diwajibkan agar mereka mampu menyampaikan nilai-nilai tersebut secara kontekstual dan menyentuh kehidupan sehari-hari siswa. Kegiatan ekstrakurikuler seperti debat moral, simulasi peradilan siswa, dan kampanye integritas juga dapat menjadi sarana penguatan karakter. Bahkan, integrasi nilai kejujuran dalam sistem evaluasi akademik dan kehidupan sekolah secara menyeluruh bisa menjadi indikator perubahan yang nyata. Kebijakan ini tidak memerlukan biaya besar, namun memerlukan komitmen kuat dari pemerintah, sekolah, dan masyarakat.
Selain kurikulum, media massa dan teknologi informasi juga dapat berperan dalam menguatkan pendidikan karakter. Kampanye digital, video pendek, dan konten edukatif yang menggambarkan bahaya korupsi dan pentingnya integritas bisa menjadi sarana penunjang pembelajaran di luar kelas. Bahkan, keterlibatan tokoh publik dan influencer yang memiliki kredibilitas moral dapat memperkuat pesan-pesan antikorupsi di kalangan anak muda. Sekolah juga bisa bekerja sama dengan lembaga antikorupsi seperti KPK untuk menghadirkan program-program inspiratif seperti kelas integritas, kunjungan edukatif, dan pelatihan pelajar antikorupsi.
Upaya menanamkan nilai-nilai anti-korupsi sejak dini sejatinya merupakan investasi jangka panjang bagi masa depan bangsa. Indonesia saat ini tengah bersiap menyongsong momentum satu abad kemerdekaan pada tahun 2045, yang dikenal sebagai visi Indonesia Emas 2045. Visi ini menargetkan Indonesia menjadi negara maju, adil, dan makmur dengan sumber daya manusia unggul dan berintegritas sebagai pilar utamanya. Dalam konteks ini, pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Pancasila, terutama kejujuran dan tanggung jawab, menjadi kunci untuk mencetak generasi yang mampu menolak dan melawan budaya korupsi. Hanya dengan pondasi moral yang kokoh dan komitmen kebangsaan yang kuat, Indonesia dapat mewujudkan cita-cita besarnya sebagai kekuatan global yang bermartabat dan bebas dari korupsi.
Oleh sebab itu, peran semua pihak sangat dibutuhkan. Pemerintah harus hadir sebagai pengarah kebijakan yang tegas dan konsisten. Sekolah harus menjadi ruang pembentukan integritas, bukan hanya tempat ujian akademik. Orang tua harus menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari. Dan siswa sebagai generasi penerus, harus diberikan ruang untuk tumbuh sebagai pribadi yang berani berkata “tidak” pada korupsi, sekecil apa pun bentuknya. Pendidikan anti-korupsi bukanlah program sesaat, tetapi bagian dari pembangunan karakter bangsa secara berkelanjutan. Inilah jalan panjang yang harus kita tempuh bersama demi mewujudkan masa depan Indonesia yang bersih, adil, dan bermartabat.