Opini: Generasi Gadget, Generasi Tanpa Literasi?

Oleh: Putri Ramadhani Lubis, mahasiswi jurusan Pendidikan Masyarakat UNIMED

Dalam beberapa dekade terakhir, kita telah menyaksikan revolusi teknologi yang membawa gadget-smartphone, tablet, dan perangkat elektronik lainnya menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Generasi muda, yang disebut “digital natives”, tumbuh di kemajuan teknologi ini. Namun dibalik kemudahan akses informasi dan komunikasi yang diberikan oleh gadget, muncul pertanyaan kritis: Apakah generasi gadget ini beresiko menjadi generasi tanpa literasi?

Ya, literasi. Kata literasi sudah sering kita dengar tapi bagi sebagian orang belum tau sepenuhnya akan makna dari kata literasi tersebut. Penulis teringat pendapat dari sudirman dan mahfuzi dalam buku pendidikan multiliterasi mengenai literasi secara luas, diartikan sebagai kemampuan berbahasa yang meliputi kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis, serta kemampuan berpikir yang merupakan unsur penting di dalamnya. Literasi juga dapat diartikan sebagai kemampuan melek huruf, kemampuan dalam membaca dan menulis, serta kemahiran dalam berbahasa.

Pada permukaannya, teknologi digital tampak seperti alat yang dapat memperluas literasi. Informasi tersedia di ujung jari, buku-buku digital dapat diunduh dalam hitungan detik, dan platform pembelajaran online menawarkan berbagai macam pengetahuan. Akan tetapi, literasi yang dimaksud di sini bukan hanya soal kemampuan membaca dan menulis, melainkan juga kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan berpikir kritis terhadap informasi yang diterima.

Sayangnya, kemudahan akses informasi ini tidak selalu diiringi dengan peningkatan literasi. Sebaliknya, banyak anak muda yang lebih sering menggunakan gadget mereka untuk konsumsi konten hiburan, daripada konten edukatif. Media sosial, video pendek, dan permainan online sering kali mengalihkan perhatian dari aktivitas yang lebih bermakna seperti membaca buku atau mendalami topik tertentu. Akibatnya, kemampuan literasi yang seharusnya berkembang justru terabaikan.

Salah satu penyebab utama masalah ini adalah sifat dari konten digital itu sendiri. Banyak konten yang disajikan dalam format yang dangkal dan cepat, dirancang untuk menarik perhatian dalam waktu singkat tanpa menuntut keterlibatan intelektual yang mendalam. Algoritma media sosial, misalnya, dirancang untuk mempertahankan perhatian pengguna dengan memberikan konten yang mudah dikonsumsi, sering kali tanpa konteks yang memadai. Ketika perhatian terus menerus terfragmentasi oleh notifikasi dan umpan balik yang instan, kemampuan untuk fokus dan kemampuan berpikir kritis menurun.

Selain itu, generasi gadget sering kali terpapar pada banjir informasi yang tidak terfilter. Di tengah arus informasi ini, kemampuan literasi kritis menjadi sangat penting untuk membedakan antara informasi yang valid dan menyesatkan. Namun, tanpa pendidikan literasi yang memadai, banyak dari mereka yang terjebak dalam disinformasi, hoaks, dan propaganda yang tersebar luas di internet. Ini adalah tantangan serius, mengingat literasi kritis adalah fondasi bagi masyarakat yang berpikiran terbuka dan demokratis.

Lalu, bagaimana kita bisa mencegah generasi gadget menjadi generasi tanpa literasi? Pertama, pendidikan literasi digital harus menjadi prioritas. Sekolah-sekolah perlu mengajarkan siswa bagaimana memanfaatkan teknologi dengan bijak, bukan hanya sebagai alat hiburan, tetapi juga sebagai sarana untuk belajar dan berkembang. Penulis teringat pendapat dari Sudirman dan Mahfuzi dalam buku pendidikan multiliterasi bahwa, ada beberapa hal yang dilakukan oleh sekolah dalam peningkatan jumlah dan ragam sumber belajar bermutu terkait literasi digital di lingkungan sekolah antara lain penambahan bahan bacaan literasi digital di perpustakaan, penyedian situs-situs edukatif sebagai sumber belajar warga sekolah,  penggunaan aplikasi-aplikasi edukatif sebagai sumber belajar warga sekolah, dan pembuatan mading sekolah dan mading kelas

Kedua, orang tua harus menjadi teladan dalam penggunaan teknologi . Alih-alih melarang penggunaan gadget, mereka harus menunjukkan bagaiman teknologi dapat digunakan secara produktif dan mendukung literasi. Misalnya, dengan memperkenalkan aplikasi pembaca e-book, platform kursus online, atau situs web edukatif yang bermanfaat. Tidak lupa juga orang tua menyediakan bahan bacan terkait media digital dan memilih acara televisi yang edukatif seperti yang dijelaskan dalam buku pendidikan multiliterasi karangan sudirman dan mahfuzi.

Ketiga, penting untuk mendorong budaya membaca yang kuat, bahkan di era digital. Membaca buku baik dalam format cetak maupun digital, tetap merupakan cara yang efektif untuk memperdalam literasi. Buku menawarkan kedalaman dan kompleksitas yang tidak bisa ditemukan dalam konten digital yang singkat dan cepat. Mendorong anak muda untuk mengembangkan kebiasaan membaca dapat membanu menyeimbangkan pengaruh gadget dalam kehidupan mereka.

Pada akhirnya teknologi adalah pedang bermata dua. Di satu sisi ia menawarkan potensi bear untuk meningkatkkan literasi, tetapi di sisi lain, jika tidak digunakan dengan bijak ia bisa membuat generasi muda kehilangan kemampuan literasi yang kritis. Kita harus memastikan bahwa generasi gadget tidak menjadi generasi tanpa literasi, tetapi sebaliknya, menjadi generasi yang mampu memanfaatkan teknologi untuk memperkaya pengetahuan dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

Dampak Tekologi terhadap Keterampilan Membaca

Kemajuan teknologi telah membawa perubahan besar dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam hal bagaimana kita mengakses dan mengonsumsi informasi. Saat ini, hampir semua informasi tersedia di ujung jari kita, berkat ponsel pintar, tablet, dan komputer. Bagi generasi muda, yang tumbuh bersama teknologi ini, akses cepat ke informasi memang memudahkan, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran. Salah satu kekhawatiran terbesar adalah dampaknya terhadap keterampilan membaca, sebuah aspek penting dalam pengembangan intelektuan dan sosial.

Penggunaan teknologi, terutama gadget, telah mengubah cara kita membaca. Jika dulu membaca buku adalah aktivitas utama untuk mendapatkan informasi dan hiburan, sekarang layar digital telah mengambil alih. Konten yang ditawarkan melalui gadget sering kali pendek, cepat, dan mudah dicerna, seperti artikel singkat, posting media sosial, atau video pendek. Meskipun hal ini dapat meningkatkan jumlah informasi yang dikonsumsi, kualitas pemahaman dan refleksi terhadap informasi tersebut bisa menurun. Generasi muda mungkin menjadi terbiasa dengan informasi yang dangkal dan kehilangan kemampuan untuk membaca dan memahami teks yang lebih panjang dan kompleks.

Selain itu, teknologi juga memengaruhi konsentrasi dan daya tahan membaca. Banyak dari kita yang merasakan bahwa perhatian kita menjadi lebih mudah terpecah saat membaca di layar dibandingkan dengan membaca buku fiksi. Notifikasi yang terus muncul, tautan yang mengarah ke informasi lain, dan berbagai distraksi digital lainnya membuat pembaca sulit untuk fokus. Akibatnya, keterampilan membaca yang membutuhkan konsentrasi dan pemahaman mendalam bisa terabaikan. Tanpa upaya sadar untuk mengembangkan dan mempertahankan keterampilan ini, kita mungkin menghadapi generasi yang, meskipun kaya informasi, kekurangan kemampuan untuk menganalisis dan memahami secara mendalam.

Pendidikan: Penyeimbang Antara Teknologi dan Informasi

Gadget dan internet memberikan akses cepat ini, teknologi telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, terutama di kalangan generasi muda. Gadget dan internet memberikan akses cepat dan luas ke informasi, hiburan, dan komunikasi. Namun, meskipun teknologi menawarkan banyak manfaat, ada kekhawatiran bahwa ketergantungan berlebihan pada teknologi dapat mengikis kemampuan literasi tradisional seperti membaca, menulis, dan berpikir kritis. Di sinilah peran penting pendidikan sebagai penyeimbang antara teknologi dan literasi menjadi sangat krusial.

Pendidikan memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kemajuan teknologi tidak menggantikan tetapi melengkapi pengembangan literasi. Sekolah dan lembaga pendidikan harus merancang kurikulum yang mengintegrasikan teknologi dengan metode pembelajaran literasi tradisional. Ini berarti, selain mengajarkan keterampilan digital seperti pencarian informasi online dan literasi media, sekolah juga harus mendorong siswa untuk membaca buku fisik, menulis esai panjang, dan berpartisipasi dalam diskusi kritis. Dengan pendekatan yang seimbang, siswa dapat mengembangkan kemampuan literasi yang mendalam sambil tetap mengikuti perkembangan teknologi.

Selain itu, guru dan orang tua perlu bekerja sama untuk memberikan panduan yang tepat dalam penggunaan teknologi. Siswa harus diajarkan cara menggunakan gadget secara bijaksana, bukan hanya untuk hiburan, tetapi juga untuk pembelajaran dan pengembangan diri. Ini termasuk mengajarkan mereka bagaimana membedakan informasi yang kredibel dari yang tidak, serta mendorong mereka untuk tidak hanya menjadi konsumen tetapi juga kreator konten yang berkualitas. Dengan demikian, pendidikan dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan teknologi dan literasi, memastikan bahwa generasi muda tumbuh menjadi individu yang tidak mahir dalam teknologi, tetapi juga literat dan berpikir krtis.

Memastikan Generasi Gadget Tidak Kehilangan Literasi

Untuk memastikan generasi gadget tidak menjadi generasi tanpa literasi, pendidikan dan bimbingan yang seimbang sangatlah penting. Sekolah harus mengintegrasikan teknologi dengan pembelajaran tradisional, mendorong siswa untuk tidak hanya menggunakan gadget untuk hiburan tetapi juga untuk meningkatkan kemampuan literasi. Orang tua juga memiliki peran krusial dengan menjadi teladan dalam penggunaan teknologi yang produktif dan mendukung kebiasaan membaca yang kuat.

Dengan pendekatan yang tepat, kita dapat memastikan bahwa generasi masa depan mampu memanfaatkan teknologi untuk memperkaya pengetahuan mereka, tanpa kehilangan keterampilan literasi yang esensial. Generasi gadget dapat menjadi generasi yang literat dan berpikit kritis, siap menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang di era digital dengan bijak.

TENTANG PENULIS

IDENTITAS DIRI

Nama Lengkap          : Putri Ramadhani Lubis

Nama Pena                : Putri Senantari/ P.R. Lubis

Tempat Lahir            : Panyabungan , Sumatera Utara

Tanggal Lahir           : 14 Oktober 2004

Pekerjaan                  : Mahasiswa

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *